Bentuk yang unik dari atap rumah honai yang berbentuk kerucut juga memiliki tujuan melindungi seluruh permukaan dinding agar tidak terkena air hujan, dan mampu meredam hawa dingin. Dan juga yang menarik perlu dicermati juga adalah bentuk noken yang digunakan sang nenek, di akhir cerita lebih menyerupai noken yang dipakai oleh warga di daerah pegunungan Papua atau dataran tinggi dibanding di pesisir atau dataran rendahnya.
Selain itu, pengertian lagu "Apuse" dalam buku ini, membuat bangunan ceritanya dalam buku anak ini menceritakan bahwa sang nenek-lah yang merelakan kepergian sang cucu, dalam hal ini Bunga, pergi ke Teluk Doreri.
Ini menjadi menarik, sebab pada tahun 2012, Ummu Fatimah Ria Lestasi, peneliti dari Balai Bahasa Papua, dalam penelitiannya dengan judul "Unsur-Unsur Didaktis Dalam Syair Lagu Rakyat Papua," mengkaji delapan belas lagu rakyat dengan unsur-unsur yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran. Salah satu lagu yang ikut diteliti adalah lagu "Apuse," tetapi dengan pengertian sedikit berbeda. Mari kita lihat.Â
Apuse
Apuse kokondao
Yarabe sorendoreri
Wuf lenso baninema bekipasi
Arafabye auswarakwar
Arafabye auswarakwar
Nenekku yang tercinta
Pergi ke Teluk Doreri
Pegang sapu tangan dan kipaskan
Selamat jalan
Selamat jalan
Dari pengertian dalam kajian ini, kita bisa melihat bahwa yang pergi ke Teluk Doreri, bukan sang anak, tetapi sang nenek yang pergi ke sana. Cukup berbeda jika dibandingkan dengan kisah Bunga, dari buku cerita anak tersebut.
Penemuan ini segera saja mengingatkan saya pada pernyataan Pater Frans Lieshout, OFM dan memantik tanya dalam diri "Siapakah sebenarnya yang pergi ke Teluk Doreri?" (Dayu Rifanto)
***
Judul Buku: Bunga dan Burung Cenderawasih
Penulis: Ana P Dewiyana
Penerbit: Pelangi Mizan
Terbitan 2018
45 Halaman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H