Mohon tunggu...
D. Rifanto
D. Rifanto Mohon Tunggu... Konsultan - Membaca, menulis dan menggerakkan.

Tinggal di Sorong, Papua Barat. Mempunyai ketertarikan yang besar pada isu literasi dan sastra anak, anak muda serta pendidikan masyarakat. Dapat dihubungi melalui dayurifanto@gmail.com | IG @dayrifanto

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Margired Pondajar : Penulis Buku Anak di Manokwari.

22 November 2021   06:13 Diperbarui: 7 Januari 2022   21:28 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu Margried Pondajar, sumber foto : Dayu Rifanto

Sebagai contoh saya ingat sekali Bapa saya ketika ia mau menasehati kami, ia selalu mencontohkan dari cerita- cerita rakyat. Misalnya agar kami tidak rakus dan tukang tipu ia gunakan cerita Ikan Duri dan Ikan Porobibi atau dalam bahasa Biak menjadi Aruken dan Manggapinawar. Itu Bapa biasa cerita ke kitong supaya jangan serakah, harus pandai berbagai kepada sesama, harus punya kasih.

Kaka, cerita kisahnya Ikan Duri, kah?

Hahaha, baik tapi intinya saja ya. Ceritanya begini, pada suatu hari ikan duri naik pohon kelapa, porobibi ko jaga di bawah. Ikan Duri sudah kasih turun kelapa banyak baru ternyata porobibi dia makan kelapa yang di jatuhkan ikan duri, makan terus sampai tara ingat semua. Baru ketika ikan duri turun dia bilang, kawan sa sudah kasih turun buah kelapa banyak baru kenapa dibawah tinggal sedikit, ucap Ikan Duri. Poribibi mengelak "ah orang-orang dong ada lewat jadi sa kasih dong juga" sudah. Akhirnya Ikan Porobibi pergi berenang ke laut, tetapi karena perut yang buncit kekenyangan, ia tidak kuat berenang dan tenggelam. Perutnya terjepit batu, pecah dan keluarlah banyak sekali butir kelapa yang ia makan dengan menipu Ikan Duri.

Ini cerita yang saya ingat sekali bapa sering cerita ulang ke kami supaya jangan serakah, berbohong, harus berbagi dan jadi orang jujur. Jadi tidak perlu dengan kekerasan mendidik anak tetapi Bapa mendidik kami melalui cerita. Dan saya rasa kedekatan dengan orang tua terbangun juga karena cerita-cerita ini.

Bagaiamana reaksi dan dukungan keluarga atas kebiasaan menulis Kaka ibu ini?

Suami saya sangat mendukung sekali, biasa kalau dia ada kegiatan di luar kota, ia selalu membelikan saya buku cerita anak. "Ma ini buku coba dibaca dan dilihat, supaya mungkin mama punya buku itu bisa tampilannya seperti ini kah?"

Akhirnya dari proses belajar itu, lahirlah Tumbi dan Isaiyori yang merupakan buku cerita rakyat bergambar, ada muatan interaksi berupa kuisnya di dalamnya, karena kami belajar dari buku-buku yang dibelikan oleh sang pendukung saya yaitu suami.

Oh iya, saya berharap dan bermimpi, buku-buku saya ini bisa dibaca oleh banyak sekali anak-anak di Manokwari khususnya, Papua pada umumnya. Buku saya dikenal, dibaca.

Kami dengar kaka juga mendirikan rumah pintar, boleh diceritakan tentang hal ini?

Saya bikin rumah pintar sejak dua tahun lalu karena jujur saja, saya punya keluarga banyak di sana, di Biriyoshi, kampung nelayan. Di sana ada banyak yang belum beruntung dari sisi pendidikan. Ada 30 anak sampai 40 anak yang sering datang ke rumah pintar. Kami berkegiatan setiap pukul 4 Sore di hari Senin, Selasa, Rabu dan Kamis. Di hari-hari tersebut kami isi dengan kelas membaca menulis, keterampilan. Dan ini swadaya sendiri, dengan suami.

Contohnya senin kemarin di kelas keterampilan anak -anak membuat pot bunga. Oh iya, anak-anak di sana jago menganyam noken walau baru noken yang biasa. Pengajarnya untuk baca tulis saya sendiri, dan ada relawan juga yang kami libatkan untuk mendampingi anak-anak rumah pintar. Kalau keterampilan untuk mama-mama di sana, biasanya saya mengundang narasumber yang terampil yang mau berbagi keterampilannya kepada mama-mama ini. Mereka yang sering membantu kami dengan menjadi pengajar di rumah pintar antara lain ada Mariah Lewuk, Kak Atha Purimahua, Kak Dessy May, Ibu Noviana Tekini juga Ibu Helena Pondajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun