Mohon tunggu...
Dayu Rifanto
Dayu Rifanto Mohon Tunggu... Dosen - @dayrifanto | Membaca, menulis dan menggerakkan.

Tinggal di Sorong, Papua Barat. Mahasiswa S3 Pendidikan Masyarakat. Mempunyai ketertarikan yang besar pada isu literasi anak, remaja dan pendidikan masyarakat. Dapat dihubungi melalui dayurifanto@gmail.com | linktr.ee/dayrifanto

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Jangan Panggil Aku Guru

13 Oktober 2021   08:17 Diperbarui: 13 Oktober 2021   08:39 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Foto Pribadi Dayu Rifanto

Casper Aliandu : Jangan Panggil Aku Guru dan Kisah Dirinya Bersama Anak-anak Asli Mappi.

Anak-anak Asli Mappi

Penerbit Indonesia Tera

Terbit tahun 2020

109 Halaman

 
"Eh, durian pu banyak apa di sana e?" Pesan saya melalui WA kepada Casper, segera saja berbalas sebuah foto anak murid baru saja membawakan buah durian untuk Pak Gurunya yang begitu pandai menulis kisah mereka.

"Kaka, tapi ada juga buah namanya Nyamuk. Itu Budi yang kas tau" Begitu pesan Casper dan foto Budi bersama buah nyamuk langsung hadir pada ponsel saya. Buah unik, berwarna merah, yang katanya rasa asam manis, segera saja mengingatkan pada petualangan Ibu dan Anak di Youtube, bernama "Caraku Memasak" - tempat saya bernostalgia melihat buah-buahan unik yang bikin lapar setiap menontonnya.

Budi dan Buah Nyamuk. Sumber foto : Casper Aliandu
Budi dan Buah Nyamuk. Sumber foto : Casper Aliandu

Lalu saya jadi ingat Casper dan pengabdiannya sebagai guru di Mappi, yang ia tuliskan dalam buku berbentuk dialog di nyaris sepanjang halamannya. Buku ini diganjar masuk 10 besar nominasi buku terbaik Kusala Sastra Khatulistiwa 2021.

 “Para murid sering datang tak memakai seragam Mereka (putih-merah) karena mereka tak mampu membeli seragam. Tetapi mereka tidak miskin, mereka sangat kaya. Kaya akan adat istiadat. Kaya akan alam.”  

 Aduh, sudah dua bulan (gaji) belum keluar, kami makan apa?” 

Dua tahun berturut-turut, pada 2020 dan 2021, buku yang ditulis oleh guru di Kabupaten Keerom dan Kabupaten Mappi-Papua, masuk dalam nominasi karya terbaik dari Kusala Sastra Khatulistiwa. Kusala Sastra Khatulistiwa adalah sebuah ajang penghargaan bagi dunia kesusastraan Indonesia dan mulai dilaksanakan sejak tahun 2001. 

Penghargaan ini sebelumnya bernama Khatulistiwa Literary Award, tetapi berganti nama sejak tahun 2014. Kedua buku tersebut, yang pertama adalah karya Gody Usnaat, seorang guru di Kampung Semografi, Distrik Web, Keerom. 

Ia menulis buku puisi “Mama Menganyam Noken” yang diterbitkan oleh penerbit Papua Cendekia pada tahun 2019. Dan buku  lainnya adalah kumpulan cerita pendek dengan judul “Anak-anak Asli Mappi” karya Casper Aliandu, guru di Kabupaten Mappi, diterbitkan oleh Indonesia Tera pada tahun 2020.

Casper merupakan nama pena dari Carolus Petrus. Di bidang puisi, Casper sempat menjadi finalis sayembara sastra Bunga Tunjung Biru (2017), juara 1 cipta puisi kategori 2 tingkat nasional Festival Sastra dan Bahasa Universitas Brawijaya, Malang (2017), puisinya masuk dalam antologi Tiga Dermaga dan Bintang di Pulau Garam (puisi pilihan sayembara sastra bunga, 2017), Simfoni (Malang, 2017) dan ia juga pernah menerbitkan buku puisi tunggal dengan judul Lihat, Dengar & Rasa (2017) dan SAINS (Sastra Akan Ikut Napas Sains/Sains Akan Ikut Naluri Sastra, 2017).

Menjadi guru di Mappi adalah sebuah pilihan yang ia tempuh, sebab dengan begitu ia merasa akan punya (banyak) waktu untuk menulis. Dan pilihan ini menghadirkan beragam kisah. 

Hal unik lainnya adalah beragam judul dalam buku ini menggunakan inspirasi dari kaos yang dipakai murid-muridnya saat datang bersekolah. Mereka gunakan kaos karena tak mampu membeli seragam. Walau rasanya kok bisa ya, tulisan-tulisan di kaos  bisa dirangkai menjadi judul-judul begitu spesifik, dan unik?

Pada buku ini, kita bisa membaca persoalan sederhana sehari-hari di Mappi, melalui kacamata Pak Guru Casper. Walau ia merasa tak layak dipanggil menjadi guru, juga merasa belum pantas menjadi pengajar, karena masih merasa kurang ajar, begitu tulisnya. 

Casper membawa kita menemui persoalan pendidikan, pembangunan, persoalan kesetaraan juga kesehatan dan rupa lainnya. Walau bisa dibilang, rasanya bobot tema pendidikan dan pembangunan menjadi sentral dalam tulisan  pergulatan sehari-hari Casper di kampung.

Melalui isu pendidikan, dalam kisah“We started with trust” ia membawa kita pada pilihan pendidikan menjadi satu-satunya jalan bagi murid-muridnya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, tidak ada jalan lain selain belajar sungguh, bertekun melatih pemikiran, perasaan dan perilaku.

Di satu sisi hadir keyakinan pendidikan menjadi jalan satu-satunya, di lain sisi kita akan membaca beragam kisah (klasik) pendidikan yang seperti mengulang atau memperkuat hasil kajian Papua LIPI di tahun 2009 dalam buku “Masalah Pendidkan dan Kesehatan di Papua”, misalnya dengan permasalahan pembayaran gaji-gaji terlambat, guru sedikit saja ada di kampung. “Bahan makanan telah habis dan saya harus bertapa di atas ketinting selama satu jam serta menghabiskan jarak sekitar 30 kilometer demi jaringan telepon. Apa hubungan makanan dan jaringan telepon? Hubungan yang sangat erat bagaikan saudara. Komunikasi melalui telepon untuk memastikan gaji. Tanpa gaji maka tidak ada bahan makanan. Tidak ada bahan makanan, bisa gigit jari. Aduh, sudah dua bulan belum keluar, kami makan apa?”Sehingga membuat Pak Guru  mesti mengutang ke mama di kampung.

Sedikitnya guru yang mengajar di kampung dan sebagian tetap tinggal di kota, guru-guru yang merangkap beberapa kelas saat mengajar karenanya. “Pasti lebih menyesakkan dada saat teman guru meninggalkanku mengajar sendirian di kampung. Papan tulis harus kubagi menjadi enam bagian supaya anak-anak kelas 1 sampai 6 dapat merasakan satu papan hijau yang kuwarnai dari uang korupsi. Saya perlu ceritakan sebelumnya bahwa teman guru itu pergi karena harus menjadi bendahara dan mengurusi dana BOS bisa berbulan-bulan lamanya karena sistem yang lambat di dinas pendidikan kabupaten.” – hal 53. Meski begitu, ikut hadir kisah bagaimana Casper merasa bahwa belajar kepada muridnya dan tidak menjadi sumber ilmu satu-satunya seperti pada kisah  “Keep Calm and Let’s Go Hunting”. Juga beragam kesulitan yang membuat hadirnya rasa saling hormat dan menghormati antara guru dan murid (serta masyarakat).

Persoalan pembangunan diketengahkan Casper melalui cerita dana desa yang digunakan untuk memperbaiki rumah warga. “Lalu, dari sembilan warga itu, wani janda yang rumahnya sudah miring dekat gereja dan nabo yang sudah lanjut usia di pelabuhan itu, dapat bantuan tidak?” Tentu tidak. 

Pada “Not Just See but Observe” Casper mendapati kenyataan bahwa rumah kepala kampung berulang kali direnovasi, dan sekarang berlantai keramik, sedang yang seharusnya perlu mendapat bantuan tinggal berdoa memohon kemudahan yang tak kunjung datang.

Tidak hanya itu, ada program bagus tetapi tidak baik dalam kisah “Never Die”. Memilih noken atau tas pada kisah “Noken is Papua”. Juga rasa miris pada alam yang kaya, tetapi untuk bertahan hidup menjadikan mie instan sebagai lauk harian pada “Fight for Gravity for Victory or Death”

Tidak berarti bahwa tidak ada persoalan lainnya dalam beragam kisah di buku ini. Semisal persoalan patriarkhi dan kesetaraan dalam kisah “Life is Nothing Without Love”- di mana seorang suami merasa gusar ditinggal istrinya ke kota, sehingga ia merasa tak berdaya, karena biasanya yang menyiapkan segalanya adalah sang istri. Juga persoalan kesehatan  dalam “Making Magic Happen” dan yang lainnya.

Beragam kisah membawa kita pada refleksi tentang masalah pendidikan dan pembangungan di Mappi, dan Papua pada umumnya. Kisah mengalir lancar dengan bahasa sederhana. Meski sederhana,  pilihan bentuk dialog yang hadir nyaris di seluruh tulisannya memerlukan kecermatan dalam membacanya, sebab jika tidak akan sedikit membingungkan.

Selain itu, ketika membaca buku ini, entah mengapa mengingatkan saya pada buku karya Dicky Takndare berjudul “Mama Rice” yang terbit pada tahun 2017. Apakah karena kesamaan irisan tema penulisannya, walau satunya berbentuk fiksi dan lainnya non fiksi? Entahlah, mungkin saya perlu membacanya kembali secara perlahan. 

Tetapi yang jelas, buku ini begitu menarik untuk menjadi salah satu buku yang perlu kita baca. Terutama sobat yang berminat pada isu pendidikan di daerah, karena akan bertemu beragam persoalan,yang membuka mata kita bahwa permasalahan itu bisa jadi tak bergeser, dan meminta terus jawaban serta membutuhkan perhatian kita semua, dong butuh kitong pu perhatian dan dukungan.

Minggu malam lalu, saya begitu khusyuk menulis resensi atas karya yang masuk dalam nominasi Kusala Sastra Khatulistiwa di tahun 2021 ini, duduk membaca dan tak menyangka sudah pukul 11 malam.

Buku lainnya yang ditulis Casper Aliandu. Sumber : Casper Aliandu
Buku lainnya yang ditulis Casper Aliandu. Sumber : Casper Aliandu

Sembari lamat – lamat mendengar deru mesin alat berat yang rasanya begitu tiba-tiba memperbaiki jalanan Kota Sorong, yang di beberapa bagiannya memang sering berlubang. 

Penggalan tulisan Casper terngiang terus dalam ingatan dan semakin meyakinkan bahwa ia amat sangat layak dipanggil sebagai guru, yang perlu kita beri penghargaan (seperti guru-guru lainnya) sebab“Kami pergi ke kampung ini  dengan niat mengajar dan mendidik serta mendapatkan pengalaman yang luar biasa. Apa yang kami tinggalkan pun telah menjadi sejarah. 

 Sejarah di mana sudah ada anak-anak yang kami asah untuk berdamai dengan membaca, menulis, dan menghitung. Sejarah ini memang tidak perlu mendapat pengakuan. Tugas kami adalah menjalankan tugas dan menyerahkan orang lain untuk mendapatkan pengakuan.

Selamat Pak Guru, dan selamat membaca sobat semua.

**

Ditulis oleh : Dayu Rifanto
Berteman dengan saya di IG @dayrifanto

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun