Namun, kehadiran mereka untuk mengajar sangat dinanti oleh warga belajar Mangga Jaya. Pendidikan memang masih jadi sebuah "barang mewah" bagi masyarakat setempat. Tak ada batasan umur, dari anak-anak hingga orang tua sekalipun mereka layani untuk belajar.
Terdata, sebanyak 22 warga belajar rutin mendatangi Nurdin dan Uncit. Mereka memberikan kelonggaran waktu kapanpun masyarakat bisa mendatanginya untuk belajar. Fokusnya masih seputar belajar membaca, menulis, dan berhitung (calistung). Kalau ada yang sudah nampak lancar, baru dilanjutkan ke yang lebih spesifik.
Terlepas dari segala kurikulum 2013 atau Merdeka Belajar yang diterapkan pemerintah, mereka hal basic saja masih belum rampung. Memang sejatinya, kata Uncit, pendidikan disini harus mendapatkan perhatian khusus dan perlakuan khusus, karena masalah pendidikannya jauh lebih kompleks.Â
Minim Fasilitas Pendidikan
Minim fasilitas pendidikan sudah menjadi kisah klasik potret pendidikan di kawasan 3T. Terlebih lagi berada di tengah hutan dan hanya bisa dilewati jalan setapak dengan akses sejauh 73 kilometer dari pusat Kota Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) sudah tentu jarang dilirik.
Sekolah Paket A Mangga Jaya difasilitasi pemerintah sebagai layanan pendidikan non formal setingkat Sekolah Dasar (SD). Gaji pengajar (totur) dan kelangkapan ATK ditunjang pemerintah berdasarkan takaran permintaan dan kebutuhan. Namun, tentu saja tidak bisa dipenuhi secara cepat dan harus bertahap.
Kemudian, ketiadaan bangunan sekolah membuat mereka berganti-ganti tempat untuk melangsungkan pembelajaran. Secara rutin pembelajaran dilaksanakan di Balai Adat (tempat suci aliran kepercayaan Kaharingan). Namun, seringkali juga berganti memakai rumah warga, maupun di lapangan terbuka jika sewaktu balai tersebut digunakan untuk prosesi aruh adat.
Kendati minim fasilitas, Nurdin dan Uncit tetap selalu memberikan layanan terbaiknya untuk mengajar para warga untuk keluar dari lingkaran buta aksara yang telah lama membelenggu. "Bahkan malam pun terkadang ada yang mendatangi ke rumah untuk belajar. Semangat belajar mereka tinggi," kata Nurdin.
Pendidikan bisa dibilang masih belum menjadi prioritas warga, sebab layanan pendidikan terlambat masuk. Warga setempat setiap hari disibukkan mengurus ladang atau aktivitas lainnya untuk menyambung hidup kebutuhan ekonominya.
Walaupun begitu, warga sangat berharap generasi masa depan mereka dapat juga merasakan akses pendidikan tinggi untuk kemajuan desa. "Bisa dibilang kami disini belum merdeka. Listrik, jalan, sinyal masih tidak ada, akses pendidikan sangat terbatas," ucap Jalita, Pembakal setempat.