OPINI-Â Perkembangan teknologi informasi merupakan salah satu bukti telah terjadinya modernisasi dalam suatu masyarakat. Tidak dapat dipungkiri kehadiran internet semakin dibutuhkan untuk kebutuhan masyarakat, baik dalam kegiatan sosialisasi, pendidikan, bisnis, dan sebagainya. Dengan semakin majunya teknologi internet, hal tersebut diikuti dengan kemunculan media sosial. Media sosial sendiri adalah suatu media daring yang memudahkan para penggunanya untuk melakukan interaksi sosial secara online. Di media sosial mereka bisa berkomunikasi, networking, berbagi, dan banyak kegiatan lainnya. Media sosial mampu mempersatukan individu dengan individu lainnya yang akhirnya akan menjadi sebuah kelompok, seperti persahabatan, teman, dan lain-lain. Tetapi seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat, terdapat pihak-pihak yang menyalahgunakan fungsi dari media sosial, salah satunya dalam media sosial dapat terjadi pelecehan seksual online.
Menurut survei Good News from Indonesia (GNFI) bersama Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI), mayoritas atau 13,7% responden menyatakan isu utama yang menjadi perhatian generasi muda di tahun 2022 adalah pelecehan verbal khususnya di media sosial. Pelecehan verbal paling umum terjadi di media sosial seperti Instagram, Facebook, WhatsApp, X, dan selebihnya tersebar di media jejaring sosial lainnya.
Melansir dari Deutsche Welle (dw.com) sebuah survei dari Plan Internatioal yang melibatkan 14.000 anak perempuan berusia 14-25 tahun di 22 negara, termasuk Brazil, Benin, Amerika Serikat (AS) dan Indonesia menunjukkan bagaimana pelecehan yang mereka alami di platform media sosial mendorong mereka untuk keluar dari ruang maya. Survei menunjukkan bahwa 58% dari perempuan mengalami sebuah bentuk pelecehan secara online. Sebanyak 50% dari partisipan juga mengaku lebih banyak menghadapi pelecehan online daripada offline.
Perilaku yang termasuk ke dalam tindakan pelecehan seksual secara online di media sosial, diantaranya:
- Cyber Stalking, cyber stalking adalah menguntit yang menggunakan internet, email, atau pesan online. Sebuah perbuatan bisa dikatakan cyber stalking apabila dilakukan secara berulang-ulang dan dilakukan oleh orang yang sama. Hal ini bisa menyebabkan korban merasa kesulitan dan ketakutan.
- Cyber Harassment, cyber harassment lebih menargetkan korban terhadap perilaku pelecehan yang menciptakan lingkungan yang mengintimidasi, bermusuhan atau menyinggung. Seperti bentuk pelecehan seksual secara langsung, pelecehan seksual yang terjadi di media sosial juga terjadi akibat dari adanya Tindakan diskriminatif terhadap gender, misalanya, akibat dari perbedaan jenis kelamin atau seksualitas seseorang. Dan yang pasti stigma yang beredar di masyarakat yang sangat memojokkan kaum perempuan dalam budaya patriarki sekarang ini.
- Pesan seksual yang tidak diinginkan, hal ini seringkali korban dikirimi pesan yang tidak senonoh. Misalnya, korban diminta untuk mengirim video atau gambar tubuh korban tanpa busana kepada pelaku.
- Kata-kata yang merendahkan, menghina, atau mengancam, perilaku pelecehan seksual ini merupakan contoh dari yang sering dialami oleh para korban pelecehan seksual. Pesan atau komentar yang melecehkan secara mental, ancaman atau hal-hal yang tidak senonoh, ajakan untuk melakukan aksi porno, menampilkan konten porno, memperdaya korban menggunakann kata-kata seksis, dan sebagainya.
Maraknya kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) terjadi karena kurangnya edukasi dalam seks. Pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan kepada anak sejak usia dini, dalam usaha menjaga anak terbebas dari kebiasaan yang jauh dari norma agama, serta menutup segala kemungkinan kea rah hubungan seksual terlarang. Pengarahan dan pemahaman yang sehat tentang seks dari aspek kesehatan fisik, psikis, dan spiritual. Setidaknya dengan bekal pengetahuan seks yang dimiliki, mampu membentengi diri kita dalam berpikir dan bertindak untuk tidak terbuai nafsu duniawi yang menjurus ke arah pelecehan verbal.
Dampak yang ditimbulkan dari kasus seperti ini tidak keluar dari efek psikologis seperti mudah marah, merasa selalu tidak aman, mengalami gangguan tidur, ketakutan, rasa malu yang besar, menyalahkan atau mengisolasi diri sendiri, stress, depresi emosional dan sebagainya. Dampak yang disebutkan diatas merupakan dampak psiksis. Dampak pelecehan verbal terhadap psikis tak berhenti sampai disitu saja. Dalam beberapa kasus, pelecehan verbal juga bisa menyebabkan Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), terutama bila pelecehan itu mengarah pada penyerangan, perkosaan, intimidasi, hingga penyiksaan seksual. Hal ini seharusnya menjadi salah satu acuan pemerintah dalam mengadakan sosialisasi di lingkungkan masyarakat yang membahas tentang perlunya antisipasi terhadap individu dalam menggunakan media sosial.
SS selaku korban pelecehan seksual secara online ketika diwawancarai melalui Direct Message (DM) Instagram pada Jumat, 5/1/2024 mengatakan bahwa "Pertama kali aku menyadari kalau aku mengalami pelecehan verbal adalah ketika aku menerima DM Instagram yang mengarah ke hal seksual, seperti "badan lo enak banget kayanya", "turunan dikit dong bajunya, nanggung nih", dan ada juga yang langsung mengirimkan foto kelamin mereka ke DM Instargram ku. Pada awalnya aku merasa malu, tidak berharga, juga kehilangan kepercayaan diri, tumbuh rasa takut, dan energi-energi negatif lain," ujar SS.
"Aku juga cari dukungan dari teman-teman online, alasan lain aku adalah untuk mempermalukan pelaku dengan cara aku screenshot DM pelaku dan aku upload di Instastory, dan aku mendapatkan dukungan dari teman-teman media sosial, yang tidak sedikit dari mereka yang memberikanku support dan itu sangat berarti buat aku," lanjutnya.
Menurut referensi yang penulis dapatkan bisa penulis implementasikan beberapa cara untuk menyikapi kasus pelecehan verbal:
Memberi respon yang tegas
Jika salah satu diantara kalian mendapatkan perlakuan yang tidak senonoh perlu ditindak secara tegas, contohnya mengancam balik untuk menyebarkan perilaku tidak sopan melalui tautan berita atau melaporkan kelakuannya kepada pihak berwajib sehingga pelaku merasa ragu untuk mengulangi perbuatannya. Dari perspektif hukum, pelecehan di media sosial telah diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Undang-Undang Pornografi, serta Kode Pidana (KUHP).
Tidak banyak merespon
Orang-orang atau pelaku yang mengincar hal-hal berbau pornografi sebaiknya tidak dilayani. Karena, semakin kita memberi respon maka ia merasa bahwa kita ini mudah untuk dijadikan sebagai korban sehingga pelaku selalu mewanti-wanti yang akhirnya menjadikan kita sebagai korbannya.
Memperbanyak literasi
Kebiasaan untuk mengkaji pemahaman-pemahaman tentang gender akan mempengaruhi kita untuk tidak terlibat dalam hal yang didalamnya bisa menjerumuskan ke hal-hal yang sensitif. Karena dengan memperluas literasi, sekurang-kurangnya kita memiliki argument untuk membantah jika kita dihadapkan dengan pelaku Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO).
"Aku menemukan kekuatan saat aku sadar bahwa diam adalah cara yang salah. Semakin aku diam, aku terlihat tidak berdaya, takut, dan membuat pelaku menjadi lebih berani. Aku memilih untuk berubah menjadi lebih tegas dengan mempermalukan pelaku dengan screenshot isi DM dan aku share ke Instastory, dan pelaku sudah jera ketika mereka dipermalukan di sosial mediaku" jelas SS.
Melihat dari beberapa cara diatas besar harapan penulis untuk direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari, meskipun tidak terlalu efektif namun ini besar pengaruhnya dalam menghindarkan diri dari pelecehan, sebab kita tidak tahu siapa akan menjadi pelaku dan kapan kita menjadi korban selanjutnya, maka bijak dalam bersosial media sangat disarankan oleh penulis.
Penulis:
Dayanti Asty Nawang Wulan ,11210511000161, mahasiswi semester 5 Program Studi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI