Dewasa ini Indonesia tengah dilanda oleh fenomena merosotnya nila-nilai moral pada remaja. Moral remaja pada era globalisasi ini telah menyimpang dari norma-norma. Mereka cenderung mengagung-agungkan kebudayaan barat yang negatif dan sering menyalahgunakan kemajuan teknologi. Tawuran antar pelajar, peredaran narkoba di kalangan siswa, pergaulan bebas antar lawan jenis, dan tindakan kriminal merupakan masalah yang memprihatinkan. Bangsa Indonesia yang sebelumnya telah dirundung berbagai krisis semakin menyita perhatian masyarakat. Jika tidak cepat ditangani, maka masalah-masalah tersebut, akan mengarahkan Indonesia kepada bergesernya karakter positif bangsa ke arah negatif.
Belakangan ini, pendidikan karakter menjadi topik utama dalam dunia pendidikan. Fenomena-fenomena merosotnya nilai moral pada remaja menumbuhkan kesadaran bahwa betapa mendesaknya agenda untuk melakukan terobosan guna membentuk dan membina karakter para siswa sebagai generasi penerus bangsa.
Sejumlah ahli pendidikan mencoba untuk merumuskan konsep-konsep tentang pendidikan karakter, dan sebagiannya lagi bahkan sudah melangkah jauh dalam mempraktekannya. Lembaga pendidikan pesantren (ma'had) memiliki posisi strategis dalam dunia pendidikan di Indonesia. Karena agama memiliki peran penting dalam membangun budi pekerti.. Dan munculnya Ma'had Sunan Ampel Al-'Aly di Universitas Islam Negeri Malang bisa direkomendasikan sebagai dasar pendidikan Indonesia.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesiakata "karakter" diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, dan watak. Karakter juga bisa berarti huruf, angka, ruang, simbul khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik (Pusat Bahasa Depdiknas, 2008: 682).
Untuk menjadikan manusia memiliki karakter mulia (berakhlak mulia), manusia berkewajiban menjaga dirinya dengan cara memelihara kesucian lahir dan batin, selalu menambah ilmu pengetahuan, membina disiplin diri, dan berusaha melakukan perbuatan-perbuatan terpuji serta menghindarkan perbuatan-perbuatan tercela. Setiap orang harus melakukan hal tersebut dalam berbagai aspek kehidupannya, jika ia benar-benar ingin membangun karakternya.
Sebagai salah satu agama samawi (bersumber dari wahyu Tuhan), Islam memberikan pembelajaran yang tegas tentang karakter atau akhlak. Apa yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw., selaku pembawa agama Islam, harus diteladani oleh semua pengikutnya (umat Islam). Nabi Muhammad Saw. Berhasil membangun karakter umat Islam setelah menempuh waktu yang lama (sekitar 13 tahun) dan dengan kerja keras yang tak kenal lelah. Nabi memulainya dengan pembinaan agama, terutama pembinaan akidah (keimanan).Â
Dalam konsep Islam, akhlak atau karakter mulia merupakan hasil dari pelaksanaan seluruh ketentuan Islam (syariah) yang didasari dengan fondasi keimanan yang kokoh (akidah). Seorang Muslim yang memiliki akidah yang kuat pasti akan mematuhi seluruh ketentuan (ajaran) agama Islam dengan melaksanakan seluruh perintah agama dan meninggalkan seluruh larangan agama.
 Inilah yang disebut takwa. Dengan pelaksanaan ketentuan agama yang utuh baik kuantitas dan kualitasnya, seorang Muslim akan memiliki karakter mulia seperti yang sudah dipraktikkan oleh Nabi Muhammad beserta para sahabatnya. Dengan demikian, agama memiliki peran besar dalam pembangunan karakter manusia. Agama menjamin pemeluknya memiliki karakter mulia, jika ia memiliki komitmen tinggi dengan seluruh ajaran agamanya.Â
Sebaliknya, jika pemeluk agama memiliki agama hanya sebagai formalitas belaka tanpa memperhatikan dan mematuhi ajaran agamanya, maka yang terjadi sering kali agama tidak bisa mengantarkan pemeluknya berkarakter mulia, malah agama sering menjadi tameng di balik ketidakberhasilan membangun karakter pemeluknya.Â
Karena itulah, tidak sedikit orang yang lari dari agama dan ingin membuktikan bahwa ia mampu berkarakter tanpa agama. Inilah opini sebagian masyarakat yang sebenarnya keliru. Sebab karakter yang dibangun tanpa agama adalah karakter yang tidak utuh. Bagaimana orang dikatakan baik atau buruk karakternya jika ukurannya hanyalah berbuat baik kepada manusia saja dan mengabaikan hubungan vertikalnya (ibadah) kepada Tuhan.
Kampus UIN Malang adalah kampus yang memadukan antara kultur pesantren dengan kultur universitas. Maka tidaklah mengherankan bila kita sering menyaksikan suasana ruhiyah di dalam kampus UIN Malang. Do'a-do'a yang dipanjatkan oleh para santri dan kyai di dalam masjid, bacaan-bacaan Al-Quran yang terdengar silih berganti, salawat nabi yang dikumandangkan setelah adzan salat fardu akan membuat suasana jiwa dan batin menjadi damai dan tentram. Suasana ruhiyah semacam ini memang ditumbuhkankembangkan oleh UIN Malang sebagai perwujudan konsep tarbiyah ulil albab, yang mengembangkan kognitif dan pengasahan kalbu.