Mohon tunggu...
Kabar Kalimantan
Kabar Kalimantan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Agah kampong

Agah kampong adalah media sosial Informasi layanan publik merupakan situs berita independen terlengkap menyajikan berita politik, ekonomi, tekno, lingkungan, sosial dan budaya secara berimbang, akurat dan terpercaya.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Gawai nyobeng suku dayak bakati

5 Februari 2021   15:03 Diperbarui: 18 April 2021   14:43 1178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1.Untuk kesuburan tanah.
2.Untuk menambah kekuatan supranatural.   3.Untuk balas dendam.
4.Untuk mas kawin.
5.Sebagai tumbal berdirinya bangunan.

Itulah kira-kira beberapa alasan yang bisa saya simpulkan dari keterangan yang pernah saya peroleh dari beberapa orang-orang tua Dayak yang masih ada, yang pernah mengalami dijamannya. akan tetapi mengayau disini dilakukan secara sportif. Untuk itu pada saat akan dan setelah mengayau harus diadakan serentetan upacara adat. Sebelum mengayau mereka melakukan upacara adat "Nyaru’ tariu" (memanggil tariu) di panyugu atau pandagi (empat keramat ) untuk memanggil roh, mempersembahkan sesajen dan lain-lain. Dengan bertariu seseorang dapat menjadi berani, kebal dan sakti. Teriakan tariu dapat menimbulkan efek psikologis menjatuhkan mental musuh. Upacara ini dilakukan untuk memohon kekuatan dan bantuan kepada Kamang (makhluk / roh halus yang mempunyai kekuatan). Selesai mengayau mereka melakukan ritual adat "Nibak'ng", bagi sub suku ( Dayak Bakati Sara ), "Nyobeng" bahasa umumnya bagi masyarakat suku Dayak Bakati' ataupun sub suku Dayak Bidayuh ( Ritual mencuci tanah). Hal ini dilakukan agar rasi (pertanda) yang jahat menghindari mereka. Mengayau ini sudah tidak ada lagi semenjak diadakannya "Perjanjian Damai Tumbang Anoi" 

beberapa ratus tahun silam.
Di Dusun Segonde, Desa Pisak, Kecamatan Tujuh Belas - Kabupaten Bengkayang - Kalimantan Barat. Di kampung ini adalah satu-satunya yang masih melaksanakan Ritual Adat peninggalan leluhurnya, yaitu "Nyobeng / Nibak'ng" / nyabangk dalam bahasa Bakati'. Setiap tahun kampung ini mengadakan ritual adat "Cuci Tengkorak" (Nyobeng/Nibak'ng / nyabangk). Beberapa tengkorak hasil mengayau peninggalan leluhurnya, diturunkan dari tempat penyimpanannya dan diberikan beberapa persembahan. Ada bermacam sesajen, darah beberapa binatang. Setelah diberi beberapa persembahan dan diadakan ritual secara adat (spiritual) mereka, beberapa saat kemudian dibawa menari sebelum akhirnya dinaikkan kembali ketempat penyimpanan semula. Tengkorak-tengkorak kayau ini disimpan di Rumah Adat, di depan kampung. Tradisi budaya ini akan terus terjaga kelestariaannya, supaya generasi yang akan datang masih menyaksikan dan ikut menjaga dan melestarikan warisan situs budaya ini.

Tengkorak kayau                
            googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-712092287234656005-411');});
Tengkorak kayau googletag.cmd.push(function() { googletag.display('div-gpt-ad-712092287234656005-411');});

Editor # Stepanus murdani

Penulis

Sumber : stepanus murdani / # Leman tariu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun