Lembayung senja terlihat indah.
Warna nya yang orange, terlihat hangat.
Namun hati ku beku.
Aku benci, kadang marah yang teramat marah.
Seperti pekat yang membuat senja tak lagi indah.
Keadaan menawarkan ku dua pilihan.
Pilihan yang apapun akan ku ambil.
Akan membuat senja tak lagi indah.
Â
Aku menatap senja ku nan indah.
Namun ia tak bisa ku gapai.
Kemudian ku menoleh tanah yang ku pijak.
Yaa, aku ingin langit.
Tapi waktu menyadarkan ku,Â
aku perpijak pada tanah.
Â
Dan kamu yang ku mau, adalah langit.
Langit yang hanya akan bisa ku tatap.
Ketika langit ku berwarna orange,Â
disitu lah bahagia ku.
Â
Bisa kah kamu menjadi tanah yang ku pijak.
Agar mudah ku gapai.
Ahhh, bukan kah sesuatu yang mudah cepat sirna.
Aku tak mau engkau sirna.
Â
Tahu kah kamu, tanah yang ku pijak tak bisa membuat ku bahagia.
Aku ingin pergi dari pijakan ku sekarang.
Tapi tanah ini seakan mencengkeram ku.
Tak sudi membiarkan kaki ku melangkah pergi,
Apa lagi pergi ke langit yang ku mau.
Â
Lalu harus bagaimana kah aku.
Berdiri pada tanah yang mencengkeram kaki kaki ku,Â
Sambil terus memandang senja?
Memandang bahagia ku?!
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H