Akibat pada lingkungan yang ditimbulkan antara lain degradasi lahan, pencemaran udara, tanah dan air tanah. Degradasi lahan merupakan penurunan fungsi serta potensi lahan untuk mendukung kehidupan di sekitarnya yang disebabkan oleh menurunnya kualitas tanah. Kualitas tanah yang rendah menimbulkan fungsi tanah sebagai media tumbuh tanaman, penyedia faktor hara dan habitat berbagai biota tanah menurun. Akibatnya pertumbuhan tanaman apel tidak optimal, rentan terhadap serangan hama dan penyakit, biaya produksi meningkat dan produksi apel menurun. Menurut (Parkin, 1994) kualitas tanah menunjukkan sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang berperan dalam menyediakan kondisi untuk pertumbuhan tanaman, aktivitas biologi, mengatur aliran air dan sebagai filter lingkungan terhadap polutan. Pengolahan tanah secara intensif, pemupukan serta penanaman secara monokultur pada sistem pertanian konvensional dapat mengakibatkan terjadinya penyusutan secara nyata biodiversitas makrofauna tanah.
Hal ini membuat Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Batu memberikan perhatian pada para petani batu dengan berbagai metode. Kepala Dinas Pertanian dan kehutanan Kota Batu, Sugeng Promono mengatakan, salah satu cara meningkatkan sarana dan prasarana dalam bertani apel, memberikan pelatihan, serta membantu pasca panen. Kepala Bidang Tanaman pangan dan hortikultura Dinas Pertanian dan Kehutanan, Mat Ali mengatakan Dinas memberikan pelatihan kepada petani dalam Sekolah Lapangan Pengendalian hama Terpadu (SLPHT) dan Sekolah Lapang Good Agriculture Practice (SL-GHT) sejak 2010. Sekolah lapangan ini mengajarkan budidaya apel yang baik dengan menggunakan pupuk organik yang ramah lingkungan. Sebanyak 25 petani rutin mengikuti sekolah lapang setiap pekan tetapi baru melibatkan 15-20% petani. Aksi ini, katanya, harus melibatkan semua pihak, termasuk pemerintah karena perlu regulasi seperti peraturan daerah dan anggaran untuk memberi subsidi petani, macam pengadaan bibit baru berkualitas dan mengalihkan petani tidak pakai pestisida atau gunakan pupuk alami. Saat ini masih terdapat petani-petani yang menggunakan pestisida kimia untuk menangani hama dan penyakit.
Kondisi ini meningkatkan kesadaran sebagian petani anggota Kelompok Tani Makmur Abadi Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji untuk melaksanakan sistem pertanian yang ramah lingkungan dengan menggunakan pupuk organik, menumbuhkan tanaman penutup tanah, menambahkan kapur dolomit serta merompes daun secara alami. Sistem pertanian ramah lingkungan diharapkan dapat membetulkan kualitas tanah. Pola penggunaan input kimia dan praktek pertanian yang dilakukan pada suatu lahan pertanian akan mempengaruhi kualitas tanah, keanekaragaman serta keberadaan Arthropoda tanah pada lahan pertanian tersebut.
Solusi alternatif lainnya untuk membantu meningkatkan produksi apel adalah pemerintah membantu menyediakan pupuk organik bagi petani karena Malang merupakan salah satu penghasil apel terbesar di Indonesia. Dengan menjual apel itu juga bisa membantu perekonomian Indonesia daripada mengimpor apel.
Dari analisa ini dapat disimpulkan bahwa penyebab utama produksi apel Malang menurun adalah karena pupuk kimia berlebihan. Para petani melakukan sist
Menurut Undang-undang nomor 32 tahun 2009, kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Terjadinya kerusakan alam dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu akibat peristiwa alam dan akibat ulah manusia. Beberapa contoh bencana alam yang menyebabkan kerusakan alam adalah letusan gunung berapi, banjir, abrasi, tanah longsor, angin puting beliung, gempa bumi, dan tsunami. Kerusakan yang dilakukan manusia umumnya tidak ramah lingkungan seperti perusakan hutan dan alih fungsi hutan, pertambangan, pencemaran udara, air, tanah dan sebagainya. Kerusakan yang diakibatkan oleh manusia ini justru lebih besar dibanding kerusakan akibat bencana alam. Kelakuan ini dapat terjadi secara terus menerus dan cenderung meningkat. Kerusakan lingkungan hidup ada bermacam bentuk, di antara lain terdapat kerusakan ekosistem, pencemaran air, tanah, udara, hutan gundul, sampai tanah tandus. Di analisa ini saya akan lebih fokus ke pencemaran tanah.
Pencemaran tanah merupakan keadaan di mana bahan kimia buatan manusia masuk dan merubah area tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena kebocoran limbah cair ataupun bahan kimia industri atau fasilitas komersial, pemakaian pestisida, menggunakan pupuk kimia berlebihan, masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub- permukaan, zat kimia, atau air limbah dari tempat penumpukan sampah serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat. Salah satu contoh kasus kerusakan tanah di Indonesia adalah penurunan produksi apel Malang akibat kerusakan tanah oleh penggunaan pupuk kimia berlebihan. Kerusakan tanah tersebut pun mengakibatkan produksi apel Malang mengalami penurunan drastis. Apel (Malus sylvestris) merupakan salah satu tumbuhan buah yang dapat dibudidayakan di Indonesia, dan apel merupakan tanaman tahunan yang berasal dari daerah subtropis. Salah satu pusat apel daerah produksi di Indonesia adalah Kota Batu.
Perubahan iklim memiliki pengaruh signifikan pada pertanian, karena pertanian sangat bergantung pada faktor iklim. Saat ini, suhu udara di Malang bisa sampai 32 derajat celsius. Rekor terdingin di Malang pada Agustus 1994 mencapai 11,3 derajat celsius. Temperatur udara menghangat hingga apel tidak berbuah. Apel hanya tumbuh baik dan berbuah pada suhu antara 16-27 derajat celsius. Dulu, apel tumbuh subur di daerah dengan ketinggian 800 mdpl, kini terus naik hingga di daerah ketinggian 1.200 mdpl. Lahan apel ini terdapat di Kecamatan Poncokusumo tersebar di Desa Poncokusumo, Gubukklakah, dan Pandansari. Dulu, hampir sebagian besar lahan pertanian tanam apel. Kini, apel mulai menyusut. Berganti tanaman lain seperti jeruk Pontianak, tebu dan pohon sengon, aneka bunga potong dan sayuran. Ponsokusumo, salah satu pemasok apel. Irwandi, Kepala Desa Poncokusumo, menjelaskan, banyak alasan petani meninggalkan apel, beralih menanam jeruk. Di mengatakan bahwa banyak apel tua, akar rusak, terserang hama penyakit dan produktivitas turun. Kalau dulu, satu pohon menghasilkan sekitar 100 kilogram, kini sekitar 30 kilogram.
Kualitas tanah jadi salah satu pemicu turunnya kuantitas produksi apel. Kepala Seksi Perbenihan dan Perlindungan Hortikultura Dinas Pertanian Kota Batu, Sri Nurcahyani Rahayu menjelaskan data yang tercatat di Dinas Pertanian menunjukkan sepanjang periode 1999 sampai 2010 produktivitas apel berkisar antara 19,9 hingga 58,6 kg/pohon. Saat ini produktivitas apel berkisar antara 10 hingga 20 kg/pohon. Baginya, kualitas kadar C organik tanah di Kota Batu menurun dan menyentuh di angka 0.04 persen. Kadar terbaik itu 0,05-0,07% dan kini nyaris seluruh wilayah Kota Batu kadarnya tidak lebih dari 0,04%.
Para petani bergantung pada pupuk dan pestisida kimia dikala “Revolusi Hijau”. Kondisi ini membuat sebagian besar petani apel melakukan sistem pertanian sangat intensif dengan inputan pupuk serta pestisida kimia yang tinggi. Sistem pertanian intensif akan mencemari lingkungan, mengambil unsur hara dan bahan organik tanah dalam jumlah besar serta menurunkan kesuburan tanah. Aktivitas budidaya apel berlangsung sepanjang tahun dengan 2 kali masa panen.
Penurunan kualitas tanah menyebabkan daya dukungnya terhadap kehidupan biota tanah dan pertumbuhan tanaman berkurang. Apabila pertumbuhan tanaman tidak maksimal maka produksi tanaman juga rendah. Hal ini menjadi salah satu pemicu menurunnya produktivitas apel di kota Batu. Data BPS Kota Batu (2010) menampilkan terjadinya penurunan produksi apel sebesar 34. 74% dari 1.291.352 kwintal tahun 2009 menjadi 842. 799 kwintal pada tahun 2010.