Pada Senin,27 Juni 2022 Bali United melakoni laga lanjutan kualifikasi Piala AFC melawan delegasi dari Kamboja yakni Visakha FC, bentrok keduanya dihelat di stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar,Bali pada pukul 16.00 WIB.Â
Bermain di hadapan publik sendiri harusnya membuat bali memiliki energi tambahan dari pendukungnya, namun sayang hasil yang di dapat oleh Irfan Jaya dan kawan kawan malah sebaliknya, Bali United harus rela digulung oleh Visakha dengan skor telak 5-2.
Tentu dengan hasil tersebut langkah bali United untuk maju ke babak selanjutnya terhitung berat,apalagi untuk mengincar posisi juara di grup tersebut, Bali harus bergantung dari hasil tim lain yang berlaga,Â
dan untuk menjadi runner up terbaik Bali harus menyapu bersih satu laga sisa melawan Kaya FC tak cukup menang saja, melainkan bali harus pesta gol ke gawang kaya FC esok karena dengan kekalahan 5-2 melawan Visakha membuat defisit gol Bali United mines satu.
Yang menjadi sorotan dari laga  tadi adalah sungguh tidak etis bagi juara bertahan liga indonesia harus kalah dari klub nomor tiga liga kamboja, terlebih dengan skor telak dan menjadi tuan rumah pada kualifikasi kali ini.
Yang menjadi pertanyaan adalah kualitas liga kita yang berjalan ditempat atau liga kamboja yang berhasil berkembang dengan pesat? Atau memang liga kita sudah maju selangkah namun kamboja sudah maju dua hingga tiga langkah.
Gebrakan yang dilakukan liga Kamboja juga tidak main main, terbukti liga mereka diurus oleh orang orang yang kompeten, bahkan CEO dari liga kamboja adalah mantan jajaran petinggi dari Barcelona dan Konsultan Pemasaran FIFA yakni Satoshi Haito, dan program pertama yang diusung oleh Satoshi tidak main main,Â
beliau menerapkan tata kelola dan standar lisensi yang ketat, tentu dengan kebijakan tersebut klub klub di kamboja tidak bisa asal melakukan jual beli lisensi klub dengan asal main saja, terlebih dengan kebijakan tersebut baik pelatih yang melatih klub klub kamboja harus memiliki lisensi yang cocok dan memenuhi standar untuk melatih. Jika ditilik dari kub Visakha tadi, mereka juga memiliki stadion sendiri bernama Prince Stadium,Â
meski tidak terlalu besar namun stadion tersebut sudah ber standar fifa baik dari lampu yang sudah berstandar fifa dengan 1500 lux, dan juga di stadion tersebut  sudah terpasang single seat dan ruang ganti pemain yang berstandar kelas satu eropa tak cukup sampai disitu di stadion tersebut terdapat juga fasilitas yang memadai seperti sauna, tempat pijat hingga arena pemanasan.
Hal tersebut harusnya menjadi tamparan bagi klub klub besar Indonesia, mereka bisa mendatangkan dan menggaji pemain dengan nominal yang sangat besar namun masih belum bisa memiliki stadion pribadi, mayoritas klub di Indonesia masih menumpang stadion milik pemerintah setempat,Â
maka tak heran jika terkadang ditemui tim tidak bisa menggunakan stadion akibat tidak turun ijin untuk menggunakan stadion tersebut disebabkan kontrak belum diperpanjang dan sebagainya.
Kembali pembahasan pengelolaan liga, lantas apakah sebuah kemunduran jika liga domestik dikelola oleh orang asing? Jawabanya adalah tidak, liga thailand yang kini sudah maju meninggalkan liga indonesia baik dari segi penyiaran, kualitas pemain yang dihasilkan, penyusunan jadwal dan faktor sebagainya dulu juga pernah dikelola oleh warga asing yakni Benjamin Tan yang juga berfokus dengan pengelolaan standar lisensi klub di thailand.
Tercatat sebelum menjadi CEO liga thailand, Benjamin Tan adalah tim verifikasi dari AFC, bahkan di tahun 2011 ia pernah mengunjungi indonesia dan sekaligus menjadi verifikator bagi klub klub indonesia, hasilnya masih ada klub yang dinyatakan belum lolos verifikasi AFC.
lantas apa sudah saatnya liga kita dikelola oleh warga asing? Fakta menarik yang ditemukan adalah di Indonesia sendiri jual beli klub tampak menjadi hal yang biasa, tentu sah sah saja penjualan klub dari satu pihak ke pihak yang lain nya, yang menjadi catatan adalah apakah praktik jual klub tersebut sudah memenuhi standar fifa?Â
Atau malah sebagai formalitas pemindahan lokasi klub saja? Seperti yang diketahui tim Bali United sendiri awalnya adalah klub dari Samarinda yang bernama Persisam, lalu diakusisi dan kini menjadi klub kebanggaan masyarakat Bali dan bernama Bali United.
Dengan masih belum diperhatikan nya lisensi klub ini baik dari segi fasilitas dan sturuktur klub juga sudah mendapat dari sorotan dari Thomas Doll selaku pelatih kepala dari Persija, seperti diketahui Thomas Doll sendiri merupakan pelatih yang sudah malang melintang di liga jerman dan sudah menangani klub kenamaan Jerman seperti Borussia Dortmund.Â
Ia mengatakan jika kualitas lapangan yang digunakan untuk turnamen pramusim di samarinda jika di jerman hanya digunakan sebagai menggembala sapi saja, Thomas Doll mengatakan hal demikian bukan tanpa alasan tampak lapangan yang digunakan pada laga tersebut mengalami genangan dan membuat aliran bola tidak lancar.
Jika aspek pokok seperti lapangan saja masih terhambat lantas bukan tidak mungkin kualitas timnas hanya begitu begitu saja, karena pemain timnas kita yang lahir mayoritas adalah dari hasil binaan liga kita sendiri.
Dengan hal ini maka sepatutnya liga sepakbola Indonesia berbenah, karena kalah telak dari tim liga kamboja tadi merupakan sebuah pukulan telak bagi liga Indonesia, terlebih Bali United sendiri juga berstatus jawara bertahan liga Indonesia.
Saatnya berbenah sepakbola indonesia!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI