Setiap warga negara menginginkan di dalam negaranya tercipta suatu keadilan yang akan menjadi tolak ukur kesejahteraan negara. Pendambaan terhadap negara yang adil meupakan suatu sikap yang didorong oleh kehendak untuk merealisasikan keadilan dalam hidup bernegara.Â
Keadilan merupakan salah satu keutamaan dalam kehidupan negara, sebagaimana tercantum dalam sila kelima Pancasila: "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Karena merupakan suatu keutamaan, maka tidak salah kalau setiap warga negara mendambakannya.
Hal mendambakan mengandaikan keadilan itu belum terwujud atau sudah tetapi belum sempurna. Keadilan yang belum atau tidak terwujud memiliki banyak faktor yang mempengaruhinya. Salah satu yang sangat berpengaruh adalah adanya hasrat untuk berkuasa dalam istilah Nietzsche.Â
Dalam arti tertentu kehendak untuk berkuasa memiliki pengaruh positif bagi perkembangan negara. Akan tetepi dalam arti lain, kehendak untuk berkuasa melahirkan suatu sikap yang menyimpang.Â
Kehendak untuk berkuasa bermuara pada kepentingan pribadi di atas kepentingan publik atau bersama. Sehingga muncul tindakan kejahatan demi memenuhi hasrat pribadi. Salah satu kejahatan yang marak terjadi sampai sekarang adalah korupsi. Tindakan korupsi merupakan pelecehan terhadap keadilan.
KeadilanÂ
Sebelum kita membahas lebih dalam lagi, kita perlu tahu apa itu keadilan. Thomas Aquinas mendefenisikan keadilan sebagai suatu kebiasaan atau habitus di mana seseorang memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya dengan suatu kehendak yang konstan dan terus-menerus (Sandur, 2019).Â
Dengan demikian pemerintah yang adil adalah pemerintah yang selalu memberikan kepada rakyat apa yang menjadi hak mereka. Di sini pemberian bukan dalam arti pemberian yang sama rata, tetapi pemberian yang sesuai dengan ukuran atau porsi tertentu.
Pemberian dengan porsi tertentu maksudnya sesuai dengan apa yang menjadi haknya, bisa dikatakan tidak kurang atau lebih. Setiap orang memiliki hak-hak tertentu yang dengannya akan membantu hidupnya. Â
Hak-hak menjadi modal dasar untuk berpartisipasi dalam kehidupan bernegara. Ketika hak-hak itu tidak diganggu maka terjadi keseimbangan antara pemimpin dengan rakyat. Di situlah tercipta suatu keadilan.
Keadilan diciptakan oleh kehendak manusia yang lahir dari akal budi dan mengarah pada hal yang benar (Sandur, 2019). Bukan kehendak pribadi yang dimaksud di sini, tetapi kehendak umum dalam gagasan Rousseau (Bertens, 2018). Kehendak pribadi bisa saja sesat, Â tetapi kehendak umum adalah kehendak yang selalu benar yang sejalan dengan kepentingan umum dan akan menggiring kehidupan negara pada suatu keadilan yang sejati.
Korupsi
Pada umumnya korupsi dapat dikatakan sebagai penggunaan kuasa publik untuk kepentingan pribadi (Wattimena, 2012). Kalu kita melihat relitas yang terjadi di bangsa ini yang mana banyak kasus korupsi seakan mengafirmasi pernyataan di atas.Â
Memang benar, ada banyak pejabat publik yang menggunakan jabatannya untuk memenuhi hasrat atau kehendak pribadi. Hal ini berlawanan dengan gagasan kehendak umum, yang mengutamakan kepentingan bersama.
Kuasa publik sebenarnya digunakan untuk kepentingan bersama seluruh warga negara. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa kuasa publik telah disalahgunakan dengan menjadikannya sebagai alat untuk meraup keuntungan pribadi.Â
Demi keuntungan pribadi para pejabat pemerintahan menghalalkan segala cara, entah dengan memanipulasi atau pun sejenisnya. Hal ini memunculkan ketidakseimbangan dalam negara yang mana para koruptor mengalami kelimpahan, sedangkan rakyat melarat.Â
Di manakah nilai Pancasila yang kita anut sebagai dasar negara, khususnya sila kelima yang berbicara tentang keadilan. Kita bisa mengatakan bahwa para koruptor "buta" terhadap dasar negara yang dianut yang menjadi dasar kehidupan bernegara sejak didirikan negara ini. Tindakan korupsi telah melecehkan keadilan yang adalah salah satu keutamaan dalam kehidupan bernegara.
Perwujudan negara yang adil yang didambakan setiap warga Negara telah dipatahkan oleh tindakan korupsi. Hak rakyat telah diambil oleh pemimpin yang tidak bertanggung jawab. Hal inilah yang membuat krisis kepercayaan kepada pemimpin. Rakyat tidak mau lagi membayar pajak karena takut dimakan oleh pejabat yang hobi mengumpulkan harta pribadi sampai menumpuk.Â
Hal ini menyebabkan roda pemerintahan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Korupsi bukan saja menyebabkan krisis kepercayaan terhadap pemimpin, tetapi melantarkan rakyat kecil yang "tak berdosa". Keadilan yang mereka dambakan direnggut oleh keegoisan dan ingat diri para pemimpin. Kepentinga pribadi yang mendominasi turut menambah kekuatan untuk "mencuri" hak orang lain.
Korupsi telah menjadikan "hakku adalah milikmu. Engkau dapat mengambilnya kapan saja kamu mau. Biar engkau saja yang hidup". Pengambilan hak orang lain menjadi hak pribadi sudah marak terjadi di Republik ini. Bahkan sudah menjadi habitus dan dianggap biasa saja sebagai hal yang wajar. Akan tetapi, itu merupakan suatu kejahatan yang tidak bisa dibiarkan. Membiarkan orang melakukan korupsi sama halnya dengan melecehkan dasar negara yang mengatur kehidupan bernegara, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam memberantas korupsi tidaklah cukup dengan mendirikan badan anti korupsi. Kita perlu suatu cara yang mampu mencabut akar dari korupsi. Karena itu. saya menawarkan cara, yaitu dengan pendidikan yang bermutu. Hal ini setidaknya membantu setiap orang mampu berpikir kritis terhadap segala hal.Â
Menimbang secara benar dan jerni tentang suatu hal membutuhkan cara berpikir yang kritis. Misalnya dalam memilih seorang pemimpin yang mempunya potensi yang dapat diandalkan. Ketika kita tidak mampu berpikir kritis dalam memilih pemimpin hal itu akan berdampak pada kehidupan kita sendiri.Â
Banyak calon pemimpin yang menyampaikan janji-janji manis, tetapi setelah terpilih menjadi pemimpin malah bertindak korup. Hal ini perlu diperhatikan secara lebih, karena pilihan kita akan menentukan hidup kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H