Mohon tunggu...
Vitus AnLan
Vitus AnLan Mohon Tunggu... Penulis - Mencari Tak Berujung

Pencinta Kopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Korupsi, Pelecehan terhadap Keadilan

17 Desember 2020   13:52 Diperbarui: 17 Desember 2020   14:01 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Korupsi

Pada umumnya korupsi dapat dikatakan sebagai penggunaan kuasa publik untuk kepentingan pribadi (Wattimena, 2012). Kalu kita melihat relitas yang terjadi di bangsa ini yang mana banyak kasus korupsi seakan mengafirmasi pernyataan di atas. 

Memang benar, ada banyak pejabat publik yang menggunakan jabatannya untuk memenuhi hasrat atau kehendak pribadi. Hal ini berlawanan dengan gagasan kehendak umum, yang mengutamakan kepentingan bersama.

Kuasa publik sebenarnya digunakan untuk kepentingan bersama seluruh warga negara. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa kuasa publik telah disalahgunakan dengan menjadikannya sebagai alat untuk meraup keuntungan pribadi. 

Demi keuntungan pribadi para pejabat pemerintahan menghalalkan segala cara, entah dengan memanipulasi atau pun sejenisnya. Hal ini memunculkan ketidakseimbangan dalam negara yang mana para koruptor mengalami kelimpahan, sedangkan rakyat melarat. 

Di manakah nilai Pancasila yang kita anut sebagai dasar negara, khususnya sila kelima yang berbicara tentang keadilan. Kita bisa mengatakan bahwa para koruptor "buta" terhadap dasar negara yang dianut yang menjadi dasar kehidupan bernegara sejak didirikan negara ini. Tindakan korupsi telah melecehkan keadilan yang adalah salah satu keutamaan dalam kehidupan bernegara.

Perwujudan negara yang adil yang didambakan setiap warga Negara telah dipatahkan oleh tindakan korupsi. Hak rakyat telah diambil oleh pemimpin yang tidak bertanggung jawab. Hal inilah yang membuat krisis kepercayaan kepada pemimpin. Rakyat tidak mau lagi membayar pajak karena takut dimakan oleh pejabat yang hobi mengumpulkan harta pribadi sampai menumpuk. 

Hal ini menyebabkan roda pemerintahan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Korupsi bukan saja menyebabkan krisis kepercayaan terhadap pemimpin, tetapi melantarkan rakyat kecil yang "tak berdosa". Keadilan yang mereka dambakan direnggut oleh keegoisan dan ingat diri para pemimpin. Kepentinga pribadi yang mendominasi turut menambah kekuatan untuk "mencuri" hak orang lain.

Korupsi telah menjadikan "hakku adalah milikmu. Engkau dapat mengambilnya kapan saja kamu mau. Biar engkau saja yang hidup". Pengambilan hak orang lain menjadi hak pribadi sudah marak terjadi di Republik ini. Bahkan sudah menjadi habitus dan dianggap biasa saja sebagai hal yang wajar. Akan tetapi, itu merupakan suatu kejahatan yang tidak bisa dibiarkan. Membiarkan orang melakukan korupsi sama halnya dengan melecehkan dasar negara yang mengatur kehidupan bernegara, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam memberantas korupsi tidaklah cukup dengan mendirikan badan anti korupsi. Kita perlu suatu cara yang mampu mencabut akar dari korupsi. Karena itu. saya menawarkan cara, yaitu dengan pendidikan yang bermutu. Hal ini setidaknya membantu setiap orang mampu berpikir kritis terhadap segala hal. 

Menimbang secara benar dan jerni tentang suatu hal membutuhkan cara berpikir yang kritis. Misalnya dalam memilih seorang pemimpin yang mempunya potensi yang dapat diandalkan. Ketika kita tidak mampu berpikir kritis dalam memilih pemimpin hal itu akan berdampak pada kehidupan kita sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun