Higanbana digambarkan dalam kitab Sutra Teratai terjemahan Cina dan Jepang sebagai bunga cantik yang tumbuh di Diyu (neraka) atau Hungqun, yang membimbing orang yang telah meninggal menuju reinkarnasi berikutnya. Ketika ia berbunga, daunnya akan berguguran, dan ketika daunnya tumbuh, bunganya akan layu. Hal ini memunculkan berbagai legenda yang menerangkan penyebabnya.
Salah satu yang terkenal adalah legenda tentang dua peri, yaitu Manju (penjaga bunga) dan Saka (penjaga daun). Mereka ditugaskan untuk menjaga bunga dan daun itu sendiri-sendiri, namun karena merasa penasaran, mereka pun mencoba untuk menyeleweng dari tugas mereka dan saling bertemu. Keduanya pun saling jatuh cinta pada pandangan pertama. Karena merasa kesal dengan ketidakpatuhan mereka, Amaterasu lantas memisahkan mereka dan memberikan mereka sebuah kutukan sebagai bentuk hukuman: bunga-bunga dari Manju tidak akan pernah memenuhi daun Saka lagi.
Selanjutnya, keduanya pun bersumpah akan saling bertemu kembali di Diyu setelah bereinkarnasi, namun ternyata tidak terwujud. Untuk mengenang pasangan yang malang ini, orang-orang pun memberi nama tumbuhan yang dijaga kedua peri tersebut dengan nama "Majusaka" (di Jepang disebut "manjushage"). Itulah mengapa higanbana juga disebut dengan "manjushage".
Beberapa legenda juga mengatakan, apabila kalian bertemu dengan seseorang yang nantinya tidak akan pernah kalian temui lagi, higanbana akan berbunga di sepanjang jalan. Mungkin karena legenda-legenda menyedihkan inilah, orang-orang Jepang sering menggunakannya di upacara pemakaman. Nama "Higanbana" sendiri secara harfiah berarti "bunga higan (pinggir Sungai Sanzu)", "menghiasi dan menyenangkan", serta "bunga akhirat di gokuraku jydo".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H