Rasa penasaran terhadap kampung wisata ini mengantarkan saya untuk menelusuri area permukiman lebih dalam dengan harapan bisa menemukan daya tarik wisata, seperti bentuk rumah-rumah lawas yang unik dilengkapi dengan fasilitas wisata pendukung. Penelusuran diawali pada lorong bagian kanan dari pertigaan kampung di sekitar sekretariat. Yang saya temui hanyalah rumah-rumah sederhana milik warga yang belum terkelola sebagai kampung wisata.
Tidak puas dengan hasil eksplorasi di satu lorong saja, saya beranjak ke lorong lain melewati Mushola Al-Mudzakir yang rupanya memberi sedikit harapan bagi saya karena mulai terlihat perbedaan warna dan arsitektur pada bangunan warga.
Penelusuran lorong demi lorong terus berlanjut hingga mengantarkan saya pada sebuah lorong permukiman warga yang unik dan terkesan tradisional. Ketika ditelusuri dari pintu masuk, permukiman ini bernama Between Two Gates atau 'di antara dua gerbang'.
Arsitektur fasad lawas yang cantik, dilengkapi padu padanan warna rumah warga yang ciamik memberi suasana hangat begitu saya menginjakkan kaki di lorong permukiman ini. Aktivitas warga yang minim serta terjaganya kebersihan di sepanjang lorong memberi kenyamanan ketika saya menelusurinya.
Penggunaan pintu kayu tradisional di setiap rumah serta pewarnaan bangunan yang didominasi coklat-putih semakin mendukung terciptanya suasana lawas di sepanjang lorong. Lorong permukiman ini sudah dilengkapi dengan fasilitas wisata yang cukup memadahi, seperti tempat sampah berdesain kayu yang tersedia di sepanjang lorong dan wastafel yang tersedia tepat setelah gerbang masuk. Menariknya lagi, Between Two Gates sudah termasuk ke dalam bangunan warisan budaya sejak tahun 2012.
Sekilas informasi untuk menghindari kekeliruan (seperti saya), Between Two Gates merupakan salah satu daya tarik di Kampung Wisata Purbayan. Daya tarik di Kampung Wisata Purbayan meluas pada seluruh area Purbayan, sehingga atraksi wisatanya terpisah satu sama lain.
jalan. Kafe ini terbagi menjadi dua area karena menggunakan pendopo dan rumah warga yang letaknya berseberangan.
Lanjut, perjalanan saya menelusuri Between Two Gates sampai di Longkang Kotagede, sebuah kafe berkonsep lawas di lorong permukiman yang tak henti menarik perhatian saya karena semerbak aroma kopi yang tercium di sepanjangRupanya, setiap pendopo di sini dimiliki oleh setiap keluarga dan letaknya selalu berhadapan dengan rumah utama.
“Di sini hanya ada sembilan kepala mbak, pendopo ini dimiliki oleh setiap kepala rumah. Letak pendopo selalu sejajar dengan rumah utama. Pendopo menghadap ke utara, sedangkan rumah utama menghadap selatan.”
Jelas salah satu barista Longkang ketika saya bertanya mengenai tata letak permukiman di sana. Tidak selesai disitu, penjelasan barista berlanjut,