Kurangnya Transparansi dan Akuntabilitas: Ketika sistem pemerintahan dan lembaga publik kurang transparan dan akuntabel, korupsi dapat tumbuh subur. Kurangnya akses informasi, proses pengambilan keputusan yang tidak transparan, dan lemahnya mekanisme pengawasan dapat menciptakan kesempatan bagi penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi.
Kekurangan Penegakan Hukum: Kelemahan dalam penegakan hukum dan sistem peradilan yang tidak independen menyebabkan ketidakberdayaan dalam memberantas korupsi. Ketika koruptor dapat menghindari hukuman atau dipengaruhi oleh kekuasaan dan uang, hal ini menciptakan iklim yang memungkinkan korupsi terus berlanjut.
Budaya Korupsi: Budaya yang menerima korupsi atau menganggapnya sebagai hal yang biasa dapat memperkuat praktik korupsi. Norma-norma sosial yang merendahkan integritas, moralitas, dan nilai-nilai etika juga dapat mendukung terjadinya korupsi.
Ketimpangan Ekonomi dan Sosial: Ketimpangan ekonomi dan sosial yang signifikan dapat menciptakan kesempatan bagi korupsi. Ketika sumber daya dan kekayaan tidak terdistribusi secara adil, korupsi dapat menjadi mekanisme untuk mengakses keuntungan dan kekuasaan yang tidak setara.
Ketidakstabilan Politik: Ketidakstabilan politik, konflik, dan kurangnya kepastian dalam pemerintahan dapat menciptakan iklim yang rentan terhadap korupsi. Dalam situasi seperti itu, korupsi dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh kekuasaan, mempertahankan pengaruh, atau memanfaatkan situasi yang tidak stabil.
Rendahnya Gaji dan Penghargaan: Rendahnya gaji bagi pegawai publik dan kurangnya penghargaan yang layak untuk integritas dan kinerja yang baik dapat mendorong praktik korupsi. Jika gaji tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup, pegawai publik dapat cenderung mencari cara-cara tidak sah untuk mendapatkan keuntungan tambahan.
Kurangnya Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat: Ketika masyarakat kurang sadar akan hak-haknya dan tidak aktif dalam memantau pemerintahan, korupsi dapat berkembang. Partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan dan tuntutan terhadap integritas dapat membantu mengurangi korupsi.
Kalian juga sudah pada tau belom? Menurut Indeks Persepsi Korupsi atau IPK Indonesia pada 2022 mengalami penurunan empat poin hingga berada di skor 34. Nilai ini sama dengan capaian pada tahun 2014. Penurunan tertajam terjadi pada korupsi sistem politik, konflik kepentingan antara politisi dan pelaku suap, serta suap untuk izin ekspor-impor.Â
IPK merupakan indikator komposit untuk mengukur persepsi korupsi sektor publik pada skala 0 (sangat korup) hingga 100 (sangat bersih) di 180 negara dan wilayah. Indeks ini berdasarkan kombinasi dari 13 survei global serta penilaian korupsi menurut persepsi pelaku usaha dan penilaian ahli sedunia sejak tahun 1995.
Sedih gak liatnya? Ternyata usaha usaha yang dilakukan pemerintah kita belum maksimal guys.
Tetapi kalau dilihat dari poin poin faktor terjadinya korupsi diatas, ternyata ada lohh poin yang paling penting untuk kita perhatikan. Dan menurut saya poin ini juga menjadi poin paling krusial. Liat poin nomor 7, Yapss benar sekali kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat merupakan poin yang paling krusial dalam meminimalisir terjadinya korupsi di Indonesia.