Mohon tunggu...
David Safri Anggara
David Safri Anggara Mohon Tunggu... Penulis - Pemuda Desa

Seorang Pemuda Desa yang Menjadi Pembelajar Sawji Greget Sengguh Ora Mingkuh Gunungkidul, Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membangun "Tinta Emas" Peradaban Islam di Era Milenial

17 Desember 2018   18:53 Diperbarui: 17 Desember 2018   19:03 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://kashmirobserver.net


Aksi terorisme dan tindakan kekerasan atas nama agama jamak kita jumpai di negeri ini. Dari aksi dan tindakan ini membuat sebagian kalangan, khususnya non Muslim, mempertanyakan kembali slogan Islam sebagai agama pembawa rahmat (rahmatan lil alamin) (Maufur, 2012, h. 92). 

Islam yang seharusnya dapat dimaknai sebagai agama pembawa kedamaian dan ketentraman justru harus ternoda atas ulah sebagian kelompok yang tidak bertanggungjawab. Kasus-kasus intoleransi seakan memukul panji Islam sebagai agama perdamaian dan kemanusiaan. 

Berbagai peristiwa intoleransi yang terjadi kerap menambah cacatan buram para penganut agama Islam---terdiskriminasi dan terpojokan---khususnya di negara yang secara penduduk minoritas. Atas kejadian memilukan ini, narasi yang berkembang di negara yang berpenduduk mayoritas non Muslim---sebut saja di Eropa dan Amerika---muncul terma Islamipobhia.

Dampak Islamipobhia yang terjadi di Barat, penganut Islam yang tidak melakukan aksi terorisme, kerap mendapat stigma negatif dan tindakan diskriminasi. Banyak di jumpai di beberapa kawasan Eropa dan Amerika, pihak imigrasi di negara-negara tersebut mencegal bahkan mendeportasi hanya karena penampilan kearab-araban. Padahal, tidak semua Muslim ikut bahkan suka dengan tindakan yang dilakukan sebagian kelompok yang mengatasnamakan Islam tersebut. 

Inilah tantangan bagi kelompok Islam yang memiliki paham moderat dan sudah saatnya menyebarkan kembali visi-misi dakwah yang ramah, merangkul, dan mengakomodir kelompok-kelompok lemah (mustadafin). Kita tunjukkan kepada dunia bahwa Islam bukan pemarah, berwajah suram, atau sebutan lainnya.

Substansi ajaran Islam sejatinya saling mengasihi dan mencintai sesama manusia. Bukan ajaran yang menjerumuskan ke dalam kubangan paham fundamental, bertindak intoleran, dan tidak menghargai sesama. Pun demikian, Islam bukan pula agama yang kasar sehingga ketika melakukan amar ma'ruf nahi munkar dengan cara-cara kekerasan maupun intimidasi. 

Titik pointnya adalah, Islam jangan dipandang secara sempit, tekstualis, dan tidak terjebak ke dalam pemikiran kejumuddan. Tetapi bagaimana Islam mampu menjawab tantangan zaman dengan cara open minded, out of the box, inklusif, dan siap menerima berbagai kritik yang membangun.

 

Re(maknasasi) Tektualitas Ayat-Ayat Tuhan 

Tafsir ayat-ayat Tuhan yang menyejukan dan menjembatani keragaman harus menjadi agenda utama untuk meminimalisasi tindakan intoleransi dan aksi terorisme. Bukan terjebak ke dalam tafsir yang tekstualis sehingga dalil al-Qur'an sebagai landasan kuat menjadi acuan bertindak para mujahid dalam berjihad. Tafsir jihad harus dimaknai dengan menjunjung tinggi nilai perbedaan (tsamuh), kasih sayang (rahmah), dan kebijaksanaan (hikmah).  

Dari sederetan peristiwa memilukan bangsa ini---Bom Sarinah, Bom Surabaya, Bom Bali, dan lainnya---sudah saatnya dihapuskan. Sejatinya, aksi terorisme dan tindakan kekerasan atas nama agama dipicu oleh pemahaman agama yang keliru. 

Atas kekeliruan pemahaman agama sebagian kelompok ini, jihad dimaknai dengan mengangkat sebilat pedang (mendorong tindakan aksi terorisme), mencegah kemaksiatan dengan cara-cara kekerasan, intimidasi, dan tidak jarang melakukan persekusi kepada kelompok minoritas. 

Dengan demikian, pemaknaan jihad model ini sangat jauh dari ajaran inti Islam yang ramah dan merangkul. Selain itu, pemahaman agama yang keliru membuat sebagian kalangan menyemai makna 'jihad' menjadi alat legitimasi politik.

Ada sebagian kelompok elit memanfaatkan paham agama yang keliru itu menjadi kanal 'politik identitas'. Cara-cara yang 'picik' dan tidak terhormat, agama dijadikan corong politik dengan menebar isu-isu sara. Tak ayal, banyak kita jumpai di media sosial dan mimbar-mimbar dakwah, hasutan kepada pemimpin negeri ini begitu masif terjadi di sana sini. 

Syiar kebencian tercermin dalam setiap untaian tutur 'kata' dan 'makna' dalam setiap mimbar---di dunia maya dan nyata. Aksi yang berjilid-jilid di Jakarta, seakan memperjelas peta politik di negeri ini. Isu penistaan agama dan ulama, diskriminasi ulama, dan sebutan lainnya menjadi alat elit untuk meraup kepercayaan konstituen politik di negeri ini. Maka dari itu, sudah saatnya kita melakukan refleksi dan remaining istilah Jihad yang salah kaprah itu.

 

Tantangan Bagi Generasi Milenial

Pemaknaan Jihad memang sangat luas dan kolektif. Jika salah tumpuan dalam memahaminya akan terjerumus ke dalam kubangan fundamentalisme dan radikalisme agama. Memang, dalam beberapa literatur menyebutkan bahwa doktrin jihad adalah melawan orang kafir karena kekufurannya. 

Pada gilirannya, jihad dapat dipahami sebagai tindakan transformasi sosial yang sifatnya fardu' kifayah. Namun, pemaknaan jihad yang berkembang saat ini lebih mengarah kepada tindakan teroris dan perang mengangkat senjata dengan alasan membela agama Allah. 

Sementara itu, pendapat Hasan Hanafi berbeda dalam mengartikan jihad dengan pengertian kebanyakan ilmuwan. Di mana hanafi memakna jihad dengan perang hanya dapat dilakukan tatkala diserang oleh segerombolan kelompok non-Muslim, sehingga tindakan jihad ini lebih kepada proteksi diri agar tidak diintimidasi dan dieksploitasi (Fattah, 2016, h. 64-88).  

Dalam kajian sosio-historis, istilah jihad dapat di devirasi pada periode Mekkah yang lebih menekankan pada tindakan berdakwah, dengan berdialog bersama kaum Quraisy, baik dialog ajaran Islam maupun tentang kerukunan antar umat beragama. Sedangkan pada periode Madinah, makna jihad dapat diartikan sebagai bentuk pertahanan diri pemeluk Islam dari kekejaman musuh.

Dari dua makna perbedaan tersebut, bagaimana kita memaknai jihad di era kontemporer saat ini? Inilah tantangan kita, khususnya bagi kelompok generasi milenial agar tidak terjebak pada pemahaman salah tafsir makna jihad (Maufur, 2012, h. 9-10).  

Tawaran sederhana yang dapat saya berikan adalah, makna jihad harus direvisi dan diverasi sesuai dengan konteks zaman. Bagi kita, sebagai generasi milenial, jihad perlu dimaknai sebagai sebuah entitas keumatan yang di dalamnya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan berjuang menjaga panji Islam (izzul Islam li illa likalimatillah) harus dimaknai dengan penguasaan penuh penetahuan. 

Oleh karena itu, jihad bagi generasi milenial adalah membangun persepsi dengan dasar pengetahuan luas sehingga dapat merebut ruang-ruang akademis di kancah global yang pada gilirannya, berjuang di jalan agama itu dengan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Alhasil, jika kita fokus pada tujuan awal yakni berjihad menggunakan nalar kritis dengan landasan ilmu pengetahuan, niscaya Islam sebagai agama pembawa rahmat dan kedamaian akan segera terealisasi.

Oleh karena itu, tindakan radikalisme, terorisme, bom bunuh diri dan sebutan lainnya yang dipicu oleh paham agama yang sempit harus ditanggalkan. Sudah saatnya Islam membangun peradaban baru melalui tinta emas pengetahuan. Pasalnya, peradaban pengetahuan yang luas akan membawa dampak positif bagi kelangsungan hidup manusia tanpa menebar rasa takut dan teror. 

Apalagi di tengah kebangsaan Indonesia yang homogen, sehingga perlu pemikiran-pemikiran apik agar tidak terjebak dalam kubangan kenistaan yang sesungguhnya dapat menjadi racun dan cambuk negatif bagi Islam itu sendiri. Mari kita sama-sama membangun peradaban Islam melalui ilmu pengetahuan dan teknologi secara arif dan bijaksana!

           

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun