Dari dua makna perbedaan tersebut, bagaimana kita memaknai jihad di era kontemporer saat ini? Inilah tantangan kita, khususnya bagi kelompok generasi milenial agar tidak terjebak pada pemahaman salah tafsir makna jihad (Maufur, 2012, h. 9-10). Â
Tawaran sederhana yang dapat saya berikan adalah, makna jihad harus direvisi dan diverasi sesuai dengan konteks zaman. Bagi kita, sebagai generasi milenial, jihad perlu dimaknai sebagai sebuah entitas keumatan yang di dalamnya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan berjuang menjaga panji Islam (izzul Islam li illa likalimatillah) harus dimaknai dengan penguasaan penuh penetahuan.Â
Oleh karena itu, jihad bagi generasi milenial adalah membangun persepsi dengan dasar pengetahuan luas sehingga dapat merebut ruang-ruang akademis di kancah global yang pada gilirannya, berjuang di jalan agama itu dengan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Alhasil, jika kita fokus pada tujuan awal yakni berjihad menggunakan nalar kritis dengan landasan ilmu pengetahuan, niscaya Islam sebagai agama pembawa rahmat dan kedamaian akan segera terealisasi.
Oleh karena itu, tindakan radikalisme, terorisme, bom bunuh diri dan sebutan lainnya yang dipicu oleh paham agama yang sempit harus ditanggalkan. Sudah saatnya Islam membangun peradaban baru melalui tinta emas pengetahuan. Pasalnya, peradaban pengetahuan yang luas akan membawa dampak positif bagi kelangsungan hidup manusia tanpa menebar rasa takut dan teror.Â
Apalagi di tengah kebangsaan Indonesia yang homogen, sehingga perlu pemikiran-pemikiran apik agar tidak terjebak dalam kubangan kenistaan yang sesungguhnya dapat menjadi racun dan cambuk negatif bagi Islam itu sendiri. Mari kita sama-sama membangun peradaban Islam melalui ilmu pengetahuan dan teknologi secara arif dan bijaksana!
     Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H