Mohon tunggu...
DAVID NEHEMIA
DAVID NEHEMIA Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi

mari saling berbagi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Yesus, Simon Zelot dan Matius

18 Oktober 2024   13:46 Diperbarui: 18 Oktober 2024   13:53 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pada masa pelayanan Yesus, murid-murid-Nya datang dari berbagai latar belakang yang sangat beragam. Dua di antaranya adalah Simon orang Zelot dan Matius, seorang pemungut pajak. Kedua tokoh ini berasal dari kutub yang sangat berlawanan dalam masyarakat Yahudi pada masa itu, terutama dalam kaitannya dengan kekuasaan Romawi yang menjajah Israel. Dalam narasi ini, kita akan melihat bagaimana Yesus sebagai pemimpin rohani menangani dua pribadi yang sangat berbeda ini, dan bagaimana pengajaran-Nya membentuk hubungan mereka serta mempersatukan mereka dalam misi yang lebih besar.

Simon Orang Zelot

Simon orang Zelot adalah seorang nasionalis yang penuh semangat. Kaum Zelot dikenal sebagai kelompok radikal yang sangat menentang penjajahan Romawi. Mereka bertekad untuk mengusir Romawi dari tanah Israel dengan segala cara, termasuk kekerasan dan pemberontakan. Bagi kaum Zelot, pemerintahan Romawi bukan hanya penindasan politik, tetapi juga penghinaan terhadap keyakinan religius mereka, karena mereka percaya hanya Allah yang layak memerintah Israel. Setiap bentuk kolaborasi dengan Romawi dianggap sebagai pengkhianatan, dan orang-orang yang bekerja sama dengan penjajah dianggap sebagai musuh bangsa dan iman.

Simon, sebagai seorang Zelot, pastinya memiliki pandangan ini. Kemungkinan besar, dia terlibat dalam perlawanan bawah tanah melawan Romawi atau setidaknya mendukung gagasan bahwa kemerdekaan hanya bisa dicapai melalui kekerasan. Dia mungkin melihat Romawi sebagai musuh yang tidak hanya menindas bangsa Israel secara fisik, tetapi juga mengancam identitas keagamaan dan budaya mereka.

Matius, Pemungut Pajak

Di sisi lain, Matius adalah seorang pemungut pajak, yang bekerja untuk pemerintah Romawi. Dalam masyarakat Yahudi, pemungut pajak adalah salah satu profesi yang paling dibenci. Mereka dianggap sebagai pengkhianat bangsa karena bekerja untuk penjajah yang menindas rakyat mereka. Selain itu, pemungut pajak sering dikenal korup. Banyak dari mereka yang mengambil lebih banyak pajak dari yang seharusnya untuk memperkaya diri sendiri. Dalam pandangan masyarakat Yahudi, seorang pemungut pajak bukan hanya pengkhianat, tetapi juga simbol penindasan dan ketidakadilan.

Matius mungkin adalah seseorang yang mengalami isolasi sosial yang sangat besar. Ia hidup di bawah stigma negatif yang melekat pada profesinya. Kemungkinan besar, dia dianggap rendah oleh masyarakat sekitar, bahkan mungkin keluarganya sendiri memandangnya dengan kebencian. Kehidupan Matius sebagai pemungut pajak membuatnya terasing dari komunitas Yahudi yang lebih luas, dan ia mungkin merasa terjebak dalam dunia yang penuh kebencian dan penolakan.

Kemungkinan Konflik Antara Simon dan Matius

Dengan latar belakang yang sangat berbeda ini, sangat mungkin ada ketegangan antara Simon dan Matius ketika mereka berdua menjadi murid Yesus. Beberapa konflik yang bisa terjadi antara mereka adalah sebagai berikut:

1. Pertentangan Ideologis: Simon, sebagai seorang Zelot, memiliki ideologi nasionalis yang kuat dan cenderung menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuannya. Dia mungkin memandang Matius sebagai musuh, karena Matius bekerja untuk Romawi, yang merupakan musuh besar kaum Zelot. Dalam pandangan Simon, bekerja sama dengan Romawi berarti mengkhianati bangsa Israel dan Allah. Sebaliknya, Matius, yang baru saja menemukan kasih Yesus dan memutuskan untuk bertobat dari kehidupannya yang lama, mungkin merasa terancam berada di dekat seseorang yang begitu radikal seperti Simon.

2. Kebencian Pribadi: Simon mungkin menyimpan kebencian pribadi terhadap Matius. Sebagai seorang Zelot, Simon mungkin memiliki pengalaman langsung dengan kekejaman dan ketidakadilan Romawi, dan dia mungkin memandang Matius sebagai bagian dari sistem yang menindas bangsanya. Kebencian ini bisa sangat dalam, mengingat bahwa kaum Zelot cenderung melihat pemungut pajak sebagai simbol dari segala sesuatu yang salah dengan penjajahan Romawi. Di sisi lain, Matius mungkin merasakan ketidaknyamanan yang besar saat berada di dekat Simon dan orang-orang yang berpikiran serupa, karena dia tahu bahwa latar belakangnya sebagai pemungut pajak membuatnya menjadi sasaran kebencian.

3. Visi yang Berbeda Tentang Misi Yesus: Simon mungkin memiliki harapan bahwa Yesus adalah Mesias yang akan membebaskan Israel dari penjajahan Romawi secara politis. Kaum Zelot sering kali membayangkan Mesias sebagai seorang pemimpin militer yang akan memimpin pemberontakan melawan Romawi dan mengembalikan kemerdekaan Israel. Di sisi lain, Matius yang telah bertobat mungkin mulai memahami bahwa misi Yesus bukanlah pembebasan politik, melainkan pembebasan spiritual. Perbedaan harapan ini bisa memicu perdebatan antara Simon dan Matius tentang apa yang sebenarnya Yesus coba capai.

Peran Yesus Sebagai Pembawa Damai

Dalam situasi yang sangat potensial untuk menimbulkan konflik ini, Yesus tampil sebagai pembawa damai yang bijaksana. Dia memahami latar belakang dan perasaan yang berbeda di antara murid-murid-Nya, namun Yesus tidak memilih mereka berdasarkan status sosial atau pandangan politik. Dia melihat hati mereka dan potensi mereka untuk diubahkan melalui kasih dan pengampunan. Yesus mengajarkan nilai-nilai baru yang melampaui perbedaan ideologi dan latar belakang sosial.

Yesus menyampaikan pesan bahwa Kerajaan Allah bukanlah kerajaan duniawi yang didirikan melalui kekerasan atau kekuasaan politik, melainkan sebuah kerajaan rohani yang dibangun di atas dasar kasih, pengorbanan, dan pelayanan kepada sesama. Ini adalah ajaran yang mungkin sulit diterima oleh Simon, yang selama ini terbiasa berpikir dalam kerangka perjuangan politik dan kekerasan. Namun, Yesus menunjukkan kepada Simon bahwa misi-Nya adalah untuk membawa pembebasan yang lebih dalam, yaitu pembebasan dari dosa dan pembaruan hati, bukan sekadar pembebasan dari penjajahan politik.

Bagi Matius, ajaran kasih Yesus adalah sesuatu yang sangat melegakan. Dia telah hidup dalam stigma dan penolakan dari masyarakat, namun Yesus menerima dia tanpa syarat. Yesus menunjukkan bahwa kasih Allah terbuka bagi semua orang, termasuk mereka yang dianggap sebagai pendosa atau pengkhianat oleh masyarakat. Matius akhirnya meninggalkan profesinya sebagai pemungut pajak dan menjadi salah satu dari dua belas murid Yesus, membuktikan bahwa kasih dan pengampunan Allah mampu mengubah hidup seseorang.

Membangun Persatuan di Tengah Perbedaan

Salah satu aspek yang paling luar biasa dari pelayanan Yesus adalah kemampuannya untuk menyatukan orang-orang yang berbeda latar belakang dan pandangan hidup. Dalam komunitas murid-Nya, Yesus berhasil menyatukan Simon dan Matius, dua orang yang pada awalnya tampak tidak mungkin bekerja sama. Yesus mengajarkan mereka bahwa misi mereka jauh lebih besar dari kepentingan pribadi atau politik.

Yesus membimbing Simon dan Matius untuk saling memahami dan menghormati. Dia menekankan bahwa dalam misi untuk menyebarkan kabar baik dan membawa kasih Allah ke dunia, tidak ada tempat untuk kebencian atau dendam pribadi. Simon, yang sebelumnya penuh dengan semangat perlawanan dan kebencian terhadap penjajah Romawi, mulai melihat bahwa misi Yesus tidak berkaitan dengan perebutan kekuasaan politik, melainkan membawa kasih dan damai bagi semua orang.

Bagi Matius, yang selama ini hidup dalam stigma sebagai pemungut pajak yang dibenci, kasih Yesus membuka jalan bagi pemulihan. Dia tidak lagi dipandang sebagai musuh bangsa, tetapi sebagai saudara seiman yang memiliki tempat dalam rencana Allah. Pengalaman Matius dengan kasih dan pengampunan Yesus menjadi bukti nyata bahwa tidak ada dosa yang terlalu besar untuk diampuni, dan bahwa setiap orang memiliki kesempatan untuk diubahkan melalui kasih Allah.

Kesimpulan

Melalui peran-Nya sebagai pemimpin dan pembimbing, Yesus berhasil meruntuhkan tembok kebencian dan prasangka di antara Simon dan Matius. Kedua murid ini, yang berasal dari latar belakang yang sangat berbeda, dipersatukan dalam tujuan yang lebih besar: menyebarkan kabar baik dan membawa kasih Allah kepada dunia. Yesus menunjukkan kepada mereka bahwa kasih, pengampunan, dan damai adalah jalan yang sejati untuk membawa Kerajaan Allah ke dunia, dan dengan bimbingan-Nya, mereka mampu mengatasi perbedaan mereka dan bekerja sama untuk misi yang lebih besar.

Peran Yesus sebagai pembawa damai dan pengajar kasih inilah yang memungkinkan Simon dan Matius untuk meninggalkan masa lalu mereka dan bersatu dalam misi ilahi yang jauh lebih besar.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun