Pertemuan ke pertemuan sudah dilakukan. Bayangkan, Conference of Party (COP), agenda tahunan badan penanganan perubahan iklim sudah 25 kali dihelat sejak 1995. Yang ke-26 akan diadakan di Glasgow, November nanti. Janji dan komitmen beramai-ramai diumbar di media. Sialnya, bahkan negara maju pun, tidak tampak melakukan aksi nyata untuk merealisasikan janji tersebut.
Tidak ada urusannya dengan energi terbarukan.
Jika misal menyalahkan cuaca di UK. Angin tidak bertiup maksimal memutar turbin. Ini kan sudah sifat alam. Dan bukannya tidak bisa diramalkan. Atau pemeliharaan tahunan terjadwal. Â Teknologi peramalan cuaca tersedia. Teknologi penyimpanan energi juga ada. Artinya, hal ini bisa diperkirakan dan diantisipasi.
Lagi-lagi ini hanya blaming energi terbarukan saja. Bisa jadi dihembuskan oleh  pihak yang tidak ingin bisnis energi fosilnya terusik dengan gerakan net zero emissions.
Sama ketika film propaganda "Planet of the Humans" yang mengkritik energi terbarukan. Penggiringan opini bahwa energi terbarukan itu 'buruk' tampak jelas disana. Saking dongkolnya, film ini saya bongkar kesesatannya di tulisan terpisah.Â
Baca juga:Â Perang Opini Kubu "Renewables" dan "Fossil": Film "Sexy Killers" Versus "Planet of The Humans"
Pro fosil dan pro energi terbarukan ini bak kampret vs cebong. Kubu kampret getol mencari kejelekan kubu cebong. Yang bagus pun diplintir agar terlihat jelek. Haha
Negara yang didominasi sumber energi terbarukan, tidak mengalami krisis.
Kembali ke hal pokok pembicaraan. Renewable energy tidak bisa disalahkan sebagai biang kerok krisis dan kenaikan harga energi.Â
Mau buktinya? Saya menganalisis tarif listrik di Tasmania, Australia. Tarif listrik di New Zealand. Tarif listrik di Denmark. Tarif listrik di Norwegia. Â Tarifnya tidak fluktuaitif. Terlihat ajeg. Tidak terpengaruh oleh kenaikan harga batubara, harga gas, atau jarga minyak dunia.
Mengapa demikian? Jawabannya sederhana. Negara tersebut menikmati listrik yang dominan dari energi terbarukan. Energi air, energi angin, energi surya, panas bumi dominan disana.Â