Geliat pasar tradisional pasca pandemi Covid-19
Pasar tradisional mulai dibuka pada pelonggaran PSBB. Sebagian malah tetap beroperasi pada masa PSBB. Mengingat sifatnya yang esensial dalam rantai pasok bahan makanan, maka pasar tetap diperbolehkan untuk melaksanakan kegiatan jual beli kebutuhan masyarakat.Â
Pemerintah tentu ingin aktivitas ekonomi kembali normal. Â Misalnya pada 17 Mei 2020, Pemerintah Kota Surabaya membuka kembali semua pasar di Surabaya. Meski sebelumnya Pasar Simo dan Pasar Simo Gunung sempat ditutup pada 7 Mei 2020 akibat dua pedagang di pasar tersebut diduga positif virus Corona atau COVID-19. Â
Di Jakarta, Perumda Pasar Jaya diberitakan menutup kembali pasar yang sempat dioperasikan. Ada 19 pasar dibawah pengelolalan Perumda Psar Jaya yang ditutup sementara. Hal ini didasari adanya kasus 52 pedagang positif Covid-19 di 6 pasar di DKI Jakarta.
Perumda Pasar Jaya melakukan pengetesan pada  1.418 pedagang di 19 pasar tersebut. Hasilnya terdapat 52 pedagang yang positif Covid-19 di 6 pasar.Â
Kawasan Pasar Tanah Abang, pasar terbesar di Asia Tenggara, akhirnya diputuskan kembali beroperasi per 15 Juni 2020, setelah sebelumnya ditunda pembukaannya, pasca ditutup selama masa PSBB di Jakarta.Â
Kebijakan ganjil genap yang akan diterapkan di Jakarta mulai ditentang para pedagang. Terutama pedagang bahan 'basah', misalnya sayur mayur, daging, ikan, dan bahan makanan yang tidak tahan disimpan lama.
Wajar saja, pedagang kuatir barang dagangan nya rusak dan kuatir pendapatannya merosot. Bagaimana membayar sewa kios? Bagaimana barang yang rusak, apa Pemerintah mau mengganti? tukas seorang pedagang yang diliput oleh Kompas TV.Â
Meskipun misalnya dilakukan aturan ganjil genap kios yang boleh buka. Protokol kesehatan berupa physical distancing, wajib menggunakan masker, rajin mencuci tangan, tetap saja belum mampu memutus rantai penyebaran Covid-19. Mengapa demikian?
Uang tunai berpotensi menjadi media transmisi virus
Mari kita lihat fakta di lapangan. Meskipun pedagang maupun pembeli menggunakan masker untuk melindungi pernafasannya, jika transaksi jual beli tetap menggunakan uang tunai berbentuk kertas atau logam seperti biasanya, maka percuma.
Masih ada peluang virus menyebar melalui uang yang berpindah-pindah tangan tersebut. Tidak hanya virus bahkan kuman penyakit pun mudah menempel pada uang.