Mohon tunggu...
David F Silalahi
David F Silalahi Mohon Tunggu... Ilmuwan - ..seorang pembelajar yang haus ilmu..

..berbagi ide dan gagasan melalui tulisan... yuk nulis yuk.. ..yakinlah minimal ada satu orang yang mendapat manfaat dengan membaca tulisan kita..

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Indonesia Bisa Hasilkan 100% Listrik dari Tenaga Surya pada Tahun 2050 : Prediksi Riset

22 April 2020   18:27 Diperbarui: 25 April 2020   18:17 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah panel surya di atap gedung Kementrian Energi dan Sumber Daya Alam di Jakarta, www.esdm.go.id

Selanjutnya, pemerintah harus menjamin pembangunan PLTS sebesar 50 GW per tahun dan terkoneksi ke jaringan PLN. 

Untuk menjamin pasokan listrik di malam hari, sistem PLTS juga harus dilengkapi dengan baterai penyimpan. Harga baterai pun telah mengalami penurunan yang signifikan. Harga baterai anjlok hingga 87% menjadi $156/kWh di 2019 dan diprediksi terus turun mencapai $61/kWh pada 2030 nanti.

PLTS juga perlu dilengkapi dengan teknologi penyimpan dalam bentuk tenaga air (hydro-storage) yang berfungsi untuk menyimpan cadangan listrik dari PLTS saat hari cerah sehingga pasokan listrik tetap terjamin meski cuaca sedang mendung. Indonesia memiliki potensi hydro-storage hingga 820 TWh yang tersebar di 26.000 potensi lokasi. Potensi ini lebih dari 100 kali kapasitas yang dibutuhkan untuk mewujudkan pasokan listrik yang seluruhnya berasal dari energi surya.


Kebutuhan untuk mendapatkan energi hijau

Indonesia harus memenuhi komitmen mengurangi emisi karbon sebesar 29% - 41% pada tahun 2030. Porsi energi terbarukan dalam pembangkit listrik akan naik dua kali lipat menjadi 23% pada tahun 2025. Pada tahun 2030, target tersebut meningkat hingga 31%

Namun, Climate Action Tracker (CAT), sebuah lembaga penelitian independen yang memantau aksi penurunan emisi, melaporkan bahwa Indonesia gagal melakukan pengurangan emisi karbon karena tidak ada aksi konkret. CAT memberikan predikat Indonesia sebagai negara dengan “aksi yang sangat tidak memadai”. 

Sektor pembangkit listrik dan transportasi telah menyumbang 34% dari total emisi karbon Indonesia pada tahun 2017. Emisi ini dapat meningkat seiring pertumbuhan ekonomi dan konsumsi energi. Oleh sebab itu, Indonesia perlu segera beralih kepada pembangkit energi terbarukan seperti negara-negara lain, seperti Australia, Vietnam, Singapura hingga India, yang sudah menggunakan energi surya.

Australia telah mencapai target bauran 25% energi terbarukan pada tahun 2019 dan akan meningkat hingga 50% pada tahun 2025 dengan memanfaatkan tenaga surya dan angin. Vietnam sudah membangun 135 proyek PLTS berkapasitas total 9 GW. India telah membangun PLTS dengan total kapasitas 32 GW dari target 100 GW yang akan dicapai tahun 2022, sedangkan Singapura sedang membangun PLTS terapung berkapasitas 60 MW.

Melimpahnya sinar matahari sepanjang tahun di Indonesia, ditambah lagi biaya PLTS yang rendah dan terus turun, maka mendapatkan listik 100% dari energi terbarukan sangat memungkinkan untuk tercapai pada tahun 2050. Namun, pemerintah perlu menetapkan kebijakan yang menarik bagi pelanggan dan penyedia listrik untuk mendorong pengembangan energi terbarukan di Indonesia.

Betapa bahagianya kita, jika bisa menikmati listrik ramah lingkungan tanpa perlu khawatir tarifnya naik. Setuju?

Artikel merupakan tulisan yang telah diterbitkan oleh www.theconversation.com, pada 22 April 2020,sebagai bagian dari serial tulisan untuk memperingati Hari Bumi yang jatuh pada 22 April. Berikut link-nya:1,2 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun