Mohon tunggu...
David F Silalahi
David F Silalahi Mohon Tunggu... Ilmuwan - ..seorang pembelajar yang haus ilmu..

..berbagi ide dan gagasan melalui tulisan... yuk nulis yuk.. ..yakinlah minimal ada satu orang yang mendapat manfaat dengan membaca tulisan kita..

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Indonesia Bisa Hasilkan 100% Listrik dari Tenaga Surya pada Tahun 2050 : Prediksi Riset

22 April 2020   18:27 Diperbarui: 25 April 2020   18:17 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang pria sedang bekerja di atas panel surya. www.shutterstock.com 

Prediksi dalam Rencana Umum Kelistrikan Nasional menyatakan bahwa kebutuhan listrik pada tahun 2038 nanti akan mencapai 1.000 TWh atau setara 3,3 MWh per kapita. Jika tren ini terus berlanjut, maka pada tahun 2050 nanti, konsumsi per kapita diperkirakan akan mencapai sebesar 7,7 MWh atau sebesar 2.600 TWh.

Potensi tenaga surya di Indonesia, globalsolaratlas.info
Potensi tenaga surya di Indonesia, globalsolaratlas.info

Kebutuhan tersebut membutuhkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dengan total kapasitas 1.500 Gigawatt (GW). PLTS mengubah sinar matahari langsung menjadi listrik melalui panel sel surya. Kapasitas PLTS terpasang tahun ini diharapkan mencapai 230 MW. Berdasarkan analisis saya, tidak sulit menyediakan listrik sebanyak 2.600 TWh dengan potensi besar yang Indonesia miliki.

2. Ketersediaan lahan (topografi)

Untuk membangun 1.500 Gigawatt (GW) PLTS, pemerintah memerlukan lahan sekitar 8.000 kilometer persegi, atau setara 0,4% dari total lahan di Indonesia. Namun, pengadaan tanah bisa saja mengalami hambatan. Ini bisa terpenuhi dengan mendirikan PLTS di permukaan air. 

Indonesia memiliki permukaan danau seluas 119.000 kilometer persegi dan wilayah laut seluas 290.000 kilometer persegi. Sebagian besar panel surya dapat diletakkan pada instalasi terapung pada permukaan danau atau laut. Selain itu, PLTS juga bisa dipasang terintegrasi di atas atap bangunan-bangunan. Dengan strategi penempatan ini, maka kebutuhan lahan tanah untuk PLTS ini hanyalah memerlukan 0,1% dari total tanah Indonesia.

Sebuah panel surya di atap gedung Kementrian Energi dan Sumber Daya Alam di Jakarta, www.esdm.go.id
Sebuah panel surya di atap gedung Kementrian Energi dan Sumber Daya Alam di Jakarta, www.esdm.go.id

3. Harga rendah dan terus turun

Di tingkat global, biaya investasi rata-rata untuk PLTS berkapasitas besar telah turun 77% antara tahun 2010 dan 2018. Biaya investasi PLTS skala besar di Australia, turun drastis dari US$85/MWh atau sekitar Rp1,3 juta pada 2015 menjadi $28-39/MWh pada 2020. Dengan demikian, biaya investasi PLTS masih lebih rendah jika dibandingkan dengan biaya produksi PLN yang tahun lalu sebesar $79/MWh.

Namun perlu dicatat, untuk mewujudkan 100% listrik dari energi surya tahun 2050, percepatan pembangunan harus dimulai pada tahun 2021. Waktu pembangunan PLTS jauh lebih cepat daripada pembangkit berbahan bakar fosil. Konstruksi PLTS hanya memerlukan kurang dari dua tahun, sedangkan PLTU membutuhkan waktu tiga tahun.

Sebuah pembangkit listrik tenaga surya dengan kapasitas 21 Megawatt di Likupang, Sulawesi Utara, www.esdm.go.id
Sebuah pembangkit listrik tenaga surya dengan kapasitas 21 Megawatt di Likupang, Sulawesi Utara, www.esdm.go.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun