Jakarta, kota yang selalu berubah, sekarang dihadapkan pada tantangan baru: pelestarian kebudayaan Betawi di tengah modernisasi yang rapid.
Dengan disahkannya UU Daerah Khusus Jakarta (DKJ), harapan besar muncul untuk melindungi dan memajukan seni budaya asli Betawi. Namun, realitas di lapangan seringkali berbeda dengan apa yang tertuang dalam dokumen resmi.
Khususnya, ketika kita menyoroti Lebaran Betawi yang mendatang, pertanyaan besar muncul: Apakah UU DKJ hanya janji kosong? Lebaran Betawi, sebuah perayaan yang harusnya meriah dengan parade, musik gambang kromong, dan sajian kuliner khas, tampaknya masih terabaikan. Seorang aktivis budaya Betawi mengungkapkan kekecewaannya, "UU DKJ, indah di atas kertas, tetapi realitas di lapangan jauh dari harapan. Kami membutuhkan lebih dari sekadar kata-kata; kami membutuhkan tindakan nyata dan dana yang cukup untuk merayakan budaya kami dengan layak."
Di tengah gembar-gembor Pilkada yang mendatang, banyak calon gubernur yang menyuarakan dukungan mereka terhadap UU DKJ. Namun, ini sering kali terasa seperti strategi politik belaka tanpa komitmen nyata terhadap kebudayaan Betawi.
"Kalau hanya mau nyalon jadi gubernur yang tidak jelas arah tujuannya setiap orang yang pernah nongkrong di Jakarta juga bisa. Sudah saatnya, Jakarta butuh pemimpin yang berkarakter dan menghormati akar budaya Betawi," ujar seorang tokoh masyarakat dengan nada keras. Lebih jauh lagi, artikel ini mengusulkan integrasi kearifan lokal dengan inovasi teknologi.
Jakarta bisa menjadi contoh global dengan mengadopsi teknologi cerdas yang mendukung pelestarian budaya sekaligus mempromosikannya secara global. Dari aplikasi yang mengedukasi tentang budaya Betawi, sampai platform e-commerce yang memasarkan produk kreatif Betawi, potensinya tidak terbatas. Inovasi tidak berhenti di sana; kewirausahaan sosial yang mengambil inspirasi dari nilai-nilai egaliter Betawi dapat menciptakan solusi-solusi berkelanjutan untuk permasalahan sosial dan ekonomi urban.
Proyek-proyek seperti urban farming yang mengintegrasikan metode tradisional Betawi dengan teknologi hidroponik modern bisa menawarkan jalan keluar untuk keberlanjutan lingkungan sekaligus peningkatan kesejahteraan warga.
UU DKJ memang telah dicanangkan, namun realisasi nyatanya masih jauh dari harapan.
Kita, sebagai komunitas yang peduli, harus lebih vokal dan militan dalam meminta pemerintah dan calon pemimpin untuk tidak hanya memberi lip service, tetapi benar-benar memprioritaskan dan mengimplementasikan kebijakan yang mendukung kebudayaan Betawi.
Masa depan Jakarta sebagai kota yang cerdas dan berbudaya terletak pada seberapa baik kita menggabungkan tradisi dengan inovasi, memastikan bahwa Lebaran Betawi, dan budaya Betawi secara keseluruhan, tidak hanya bertahan tapi berkembang di tengah modernisasi kota.
Ini kota butuh pemimpin yang bisa memajukan tanpa melupakan asal-usulnya," kita harus lebih tegas lagi. Di mana tepatnya Lebaran Betawi tahun ini? Seharusnya, di tengah gedung-gedung pencakar langit, kita bisa menemukan panggung yang meriah dengan gambang kromong, tarian Cokek, dan sajian kuliner asli.
Tapi, tanpa dukungan yang kuat dan nyata dari pemimpin kita, kebudayaan ini bisa saja berakhir hanya menjadi catatan kaki dalam sejarah Jakarta. Saya, sebagai seorang yang berkecimpung dalam bisnis yang berbasis kearifan lokal dan para budayawan serta aktivis yang masih gigih berjuang, memandang ini sebagai momen kritis.
Jakarta perlu lebih dari sekedar pembangunan fisik; ia membutuhkan pemimpin yang bisa membawa Jakarta tidak hanya melangkah ke depan, tapi juga menggali ke dalam—ke dalam akar-akarnya yang kaya, untuk memastikan bahwa budaya Betawi tidak hanya bertahan, tapi juga berkembang.
Ini bukan hanya soal siapa yang akan memimpin, tapi bagaimana mereka akan memimpin. Dan untuk Jakarta, jawabannya harus lebih dari sekedar politis; harus kultural, harus otentik. Maka, saatnya kita, sebagai masyarakat, lebih vokal dan militan dalam menuntut pemimpin yang benar-benar paham dan menghargai kekayaan budaya kita. Jangan sampai Lebaran Betawi berikutnya hanya menjadi kenangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H