Jakarta, Indonesia. Selasa 14 mai 2024 - 6 Dzul'qadah 1445 H
﷽
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ
Abang, mpok, ncang, ncing, nyak, babe, guru, nyai, kong di mari, izinkan aye untuk naro sepatah dua patah kata di dalam jaringan tulisan elektronik di mari.
Sayur toge ora di kasih mecin
Mecin di taro di ganti ama nasi
Aye makasih ude di izinin
naro tulisan dan di baca di mari
Di tengah hiruk-pikuk politik lokal dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta yang selalu menarik perhatian, ada narasi yang lebih besar dan penting yang sering terlupakan: Bagaimana masa depan Betawi akan dibentuk dan dipertahankan dalam konteks global? Suku Betawi, sebagai masyarakat inti Jakarta, berada di persimpangan jalan.
Dengan pengesahan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ), sebuah lembaran baru telah dibuka untuk Jakarta, yang tidak hanya sebagai pusat pemerintahan tetapi juga sebagai pusat ekonomi dan kebudayaan.
Namun, pertanyaan yang mengemuka adalah, bagaimana kita dapat memastikan bahwa transformasi ini menguntungkan semua, khususnya masyarakat Betawi?
Para tokoh Betawi kini menghadapi tantangan untuk tidak hanya mempertahankan tapi juga mengembangkan kekayaan kultural mereka dalam sebuah metropolis yang bertransformasi menjadi kota global.
Beliau-beliau harus menjadi lebih proaktif dalam menavigasi dan memanfaatkan dinamika baru ini.
Pertama, kebijakan dan implementasi UU DKJ harus diawasi secara ketat.
Lembaga adat Betawi perlu diresmikan melalui Peraturan Daerah (Perda), memastikan bahwa ada wadah resmi yang melindungi dan mengelola warisan budaya Betawi. Ini bukan hanya tentang pelestarian budaya, tetapi juga tentang memberi masyarakat Betawi suara dalam pembangunan kota.
Kedua, pembentukan dana abadi untuk pelestarian budaya Betawi adalah langkah penting.
Dana ini akan menjamin sumber daya yang dibutuhkan untuk melanjutkan dan memperluas inisiatif kebudayaan, dari festival tradisional hingga pendidikan dan penelitian tentang sejarah dan seni Betawi.
Ketiga, keberadaan masyarakat Betawi harus lebih terintegrasi dalam perekonomian Jakarta.
Dengan menempatkan Betawi sebagai pusat kreatif dan budaya, Jakarta bisa menarik turis dan investor yang mencari pengalaman autentik dan unik, mirip dengan bagaimana New York atau Tokyo menggunakan keunikannya sebagai kekuatan.
Keempat, masyarakat Betawi harus mengambil peran aktif dalam politik lokal dan nasional, memastikan bahwa kebijakan yang dibuat memperhitungkan kepentingan mereka.
Ini termasuk kegiatan advokasi dan pendidikan politik, agar anggota masyarakat Betawi bisa berpartisipasi lebih luas dalam pengambilan keputusan.
Pemikiran ini harus melebihi siklus Pilkada yang momentil.
Kita perlu fokus pada "kemana Betawi akan kita bawa dalam membangun peradaban dunia." Ini bukan hanya tugas para politisi atau pejabat terpilih tetapi tanggung jawab bersama semua warga Jakarta, terutama para pemangku kebijakan dan masyarakat Betawi itu sendiri.
Dengan memastikan bahwa suara Betawi tidak hanya terdengar tapi juga berpengaruh, Jakarta bisa menjadi contoh unik dari bagaimana sejarah dan modernitas bertemu untuk membentuk masa depan kota global yang inklusif dan berkelanjutan.
Mari kita kawal isi dari UU DKJ dengan serius, demi masa depan Jakarta dan generasi Betawi yang akan datang.
Sekali lagi aye ucapin banyak-banyak terima kasih ude di izinin naro tulisan dan di baca di mari.
Di atas daratan ade gunung
Di atas gunung ade langit
Buat kite semua anak betawi jangan pade bingung
Karena SPK kite turunnya dari langit
Klo ada kesalahan itu milik aye, kesempurnaan hanya milik ALLAH,
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
وَعَلَيْكُمْ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI