Para tokoh Betawi kini menghadapi tantangan untuk tidak hanya mempertahankan tapi juga mengembangkan kekayaan kultural mereka dalam sebuah metropolis yang bertransformasi menjadi kota global.
Beliau-beliau harus menjadi lebih proaktif dalam menavigasi dan memanfaatkan dinamika baru ini.
Pertama, kebijakan dan implementasi UU DKJ harus diawasi secara ketat.
Lembaga adat Betawi perlu diresmikan melalui Peraturan Daerah (Perda), memastikan bahwa ada wadah resmi yang melindungi dan mengelola warisan budaya Betawi. Ini bukan hanya tentang pelestarian budaya, tetapi juga tentang memberi masyarakat Betawi suara dalam pembangunan kota.
Kedua, pembentukan dana abadi untuk pelestarian budaya Betawi adalah langkah penting.
Dana ini akan menjamin sumber daya yang dibutuhkan untuk melanjutkan dan memperluas inisiatif kebudayaan, dari festival tradisional hingga pendidikan dan penelitian tentang sejarah dan seni Betawi.
Ketiga, keberadaan masyarakat Betawi harus lebih terintegrasi dalam perekonomian Jakarta.
Dengan menempatkan Betawi sebagai pusat kreatif dan budaya, Jakarta bisa menarik turis dan investor yang mencari pengalaman autentik dan unik, mirip dengan bagaimana New York atau Tokyo menggunakan keunikannya sebagai kekuatan.
Keempat, masyarakat Betawi harus mengambil peran aktif dalam politik lokal dan nasional, memastikan bahwa kebijakan yang dibuat memperhitungkan kepentingan mereka.
Ini termasuk kegiatan advokasi dan pendidikan politik, agar anggota masyarakat Betawi bisa berpartisipasi lebih luas dalam pengambilan keputusan.