Mohon tunggu...
DAVID CHANDRA
DAVID CHANDRA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Mercubuana

Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak NIM 55521110001 David Chandra Mahasiswa Magister Akuntansi Universitas Mercubuana

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

TB2_ Semiotika Kajian Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Trans_substansi Charles Sanders Peirce)

25 Mei 2022   01:25 Diperbarui: 25 Mei 2022   01:39 965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semiologi versi barthes, sumber: google

a. Kajian perubahan pasal 4A

Penghapusan beberapa huruf dalam pasal 4A yang mengatur jenis barang dan jasa yang tidak dikenai pajak menandakan bahwa objek barang dan jasa yang dikenakan PPN semakin diperluas oleh pemerintah dalam UU HPP. Ada dua hal yang dapat dicermati dalam perubahan pasal 4A yaitu upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak dengan memperluas basis PPN dan semakin sedikit negative list PPN yang saat ini ada di Indonesia.

b. Kajian perubahan pasal 7 ayat (1)

Upaya pemerintah untuk semakin meningkatkan penerimaan pajak ditegaskan bukan hanya pada perubahan pasal 4A, namun juga perubahan pasal 7 ayat (1) tentang tarif PPN dimana tarif PPN dinaikkan oleh pemerintah mulai tanggal 1 April 2022 menjadi 11% dan paling lambat tanggal 1 Januari 2025 menjadi 12%. PPN merupakan pajak yang sebenarnya ditanggung oleh konsumen akhir yaitu masyarakat. Kenaikan tarif PPN berarti beban pajak yang ditanggungkan kepada masyarakat akan semakin bertambah.

c. Kajian penambahan pasal 8A ayat (3)

Penambahan pasal baru 8A ayat (3) bermakna pemerintah memberi keadilan kepada pengusaha yang menggunakan dasar pengenaan PPN berupa nilai lain seperti jasa biro perjalanan wisata atau jasa pengurusan transportasi. Sebelum UU HPP, pajak masukan bagi pengusaha yang menggunakan dasar pengenaan pajak berupa nilai lain tidak dapat dikreditkan. Sejak adanya UU HPP, pajak masukan yang dimiliki pengusaha tersebut sekarang dapat dikreditkan.

d. Kajian perubahan pasal 9 ayat (7), (7a), (7b) serta penambahan pasal 9A

Dihapusnya pasal 9 ayat (7), (7a), dan (7b) menandakan penggunaan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan tidak lagi dikhususkan hanya pada wajib pajak dengan jumlah peredaran jumlah tertentu. Hal ini berarti semua wajib pajak dengan peredaran usaha berapa pun nilainya dapat menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan jika memang tidak dapat membuktikan pajak masukannya.

Pasal baru 9A dalam UU HPP bagian PPN bermakna akan adanya aturan baru bagi wajib pajak dengan jumlah peredaran jumlah tertentu untuk menghitung PPN nya.

e. Kajian penambahan pasal 16B ayat (1a)

Selain untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak, PPN juga dimanfaatkan pemerintah sebagai alat kebijakan fiskal untuk mendorong ekspor dengan tetap menjamin tersedianya barang kebutuhan yang primer bagi masyarakat seperti kebutuhan kesehatan, pendidikan, ibadah, dan lainnya. Tanda dari kebijakan ini dapat dilihat pada penambahan pasal 16B ayat (1a) UU HPP bagian PPN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun