Akan tetapi, bagaimanapun Tim KHLS telah memberikan solusi terbaik. Dan untuk pilihan yang terbaik pula, Semen Indonesia harus rela mengambil bahan tambang di luar areal tambang, sembari menunggu dan mendukung kajian lanjutan ilmiah untuk mengetahui batasan fisiografi antara Zona Kendeng, Zona Randublatung, dan Zona Rembang. Efeknya, perusahaan BUMN yang digadang-gadang sebagai perusahaan yang bisa mengisi kas negara kala masa sulit ini pun harus mengeluarkan biaya lebih untuk menutup biaya operasionalnya.
Operasional pabrik tetap berjalan demi mempertahankan karyawannya yang sudah direkrut. Keresahan pasti dialami para karyawan yang sebagian besar berasal dari masyarakat sekitar. Mereka juga kena PHP. Bayangkan ketika pertama kali mereka diterima bekerja di Semen Indonesia, harapan dari pihak keluarga muncul.
Betapa keren dan menjanjikannya dapat bekerja di sebuah perusahaan BUMN, perusahaan semen pula.
Tapi ketika keputusan MA harus menutup pabrik, raut wajah mereka berubah. Mereka harus hitung ulang alokasi dana untuk kebutuhan keluarga dari gaji yang diterima. Masa depan terombang-ambing, menunggu strategi selanjutnya dari pihak manajemen. Padahal, hal itu bukan kesalahan dari karyawan maupun manajemen Semen Indonesia. Â
Bagaimanapun, Inilah solusi terbaik yang bisa PT Semen Indonesia berikan. Tragis memang. Mematuhi rekomendasi pemerintah (KLHS) pada satu sisi, namun tidak melepas tanggung jawab dan tetap memberikan perhatian yang besar terhadap masyarakat sekitar tempat mereka akan beroperasi, pada sisi yang lain.
Tanpa mempedulikan lagi tentang arti, seberapa besar kerugian yang harus  mereka tanggung, Pabrik Semen Indonesia di Rembang tetap beroperasi.
sumber :
http://mataairradio.com/berita-rembang/rembang-masih-jadi-kabupaten-paling-miskin-se-pati-raya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H