Lucunya langsung kepikiran untuk membuka cabang BRILink gegara event di Kompasiana, selain itu rasanya asyik juga menulis di desa dengan hawa nan sejuk ditemani gemericik air sepanjang hari.
Sedang asyik berhitung dalam hati eh  2 adik lain yang ikut kesana malah lebih dulu tertarik untuk tinggal di sana. Jadilah kami 4 bersaudara berembuk dan merancang semacam business plan.
Adik A ingin bikin homestay sementara adik B ingin bisnis kuliner dan saya menggabungkannya,
"Taraa, bikin program staycation berbasis eco-tourisme aja,  kita pakai aplikasi wisata macam Traveloka, Tiket, Redoors untuk mendatangkan wisatawan."
Semua antusias demi membayangkan jika program berjalan lancar, Â desa itu akan ramai dikunjungi wisatawan, ekonomi desa akan berkembang pesat dan pastinya berdampak positif pada wilayah kabupaten yang terdata menderita kemiskinan ekstrem. Untuk keperluan itu, saya sudah mendatangi desa tersebut 3 kali dengan masa tinggal sekitar 2-3 minggu/ kedatangan.
Kendala Perangkat dan Penglihatan
Selain sedang menghadapi isu penggusuran, ada lagi kendala yang lain. Yakni beberapa aplikasi hanya bisa diakses melalui Smarphone, tidak semua aplikasi memiliki website yang bisa diakses dari komputer atau laptop padahal pandangan mata saya pasca sakit yang pernah ditulis di sini memerlukan layar yang lebih luas dari HP.
Ada juga aplikasi yang sudah dilengkapi dengan website namun persyaratan untuk 1 naskah harus mencapai 100 ribu kata. Entah bagaimana menuliskan cerita hingga 100 ribu kata, namun beberapa teman pernah mencoba membaca novel online yang 100 ribu kata. Konon menurut mereka ceritanya cenderung ngelantur atau berkembang jadi beberapa generasi.
Memahami Bukan Berarti Mencari Pembenaran
Baiklah akhirnya aku memahami penyebab belum juga menulis di aplikasi, tentunya ini tidak dapat dijadikan pembenaran. Namun paling tidak ini mengembalikan mental breakdown.
Rencana di Tahun 2023