Mohon tunggu...
Dee Daveenaar
Dee Daveenaar Mohon Tunggu... Administrasi - Digital Mom - Online Shop, Blogger, Financial Planner

Tuhan yang kami sebut dengan berbagai nama, dan kami sembah dengan berbagai cara, jauhkanlah kami dari sifat saling melecehkan. Amin.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

BPJS jadi Andalan Warga DKI Jakarta Untuk Mendapat Layanan Kesehatan

8 Februari 2022   09:10 Diperbarui: 22 Maret 2022   18:21 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin saya ke Puskesmas untuk kontrol bulanan diabetes dan hipertensi, duo penyakit yang saling mengisi dan susah untuk dipisahkan. Kata dokter, orang diabetes biasanya juga menderita hipertensi namun penderita hipertensi belum tentu menderita diabetes.

Tumben pasien membludak, biasanya Puskesmas cenderung lengang saat pandemi karena orang membatasi diri keluar rumah. Akibatnya semua bangku diduduki padahal sudah disetting sesuai prokes, dimana ada selang-seling antara yang diduduki dan yang dibiarkan kosong. Dokter Linda dan dokter Ipeh yang merupakan dokter tetap tidak ada jadi Puskesmas Kecamatan menurunkan dokternya.

Dokter yang saya lihat sangat concern dengan masalah gaya hidup dalam hal ini apa yang dimakan, beraktifitas serta waktu istirahat, demikian konsultasi yang diberikan pada seorang ibu sebelum giliran saya. Saat giliran tiba, dokter langsung bilang,

"Wah bagus nih tekanan darahnya normal. Berat badan turun. Parameter yang lain seperti gula darah, kolesterol, fungsi ginjal dan hati bagaimana?"

"Sudah dapat pengantar buat cek laboratorium sih, Dok tapi saat kesana kemarin sudah tak kebagian nomor."

Ya, laboratorium kesehatan memang dibatasi hanya melayani 20 pasien/ hari, biasanya bisa 50 pasien/ hari.

"Sebenarnya obat saya habis 5 hari yang lalu, jadi takjub juga lihat tekanan darah, detak jantung dan BB yang turun," jelas saya.

"Berarti penerapan gaya hidupnya sudah benar, pertahankan ya."

Pasien-pasien yang menanti giliran rerata menderita batuk, pilek, ini cukup mengerikan karena batuk pilek merupakan gejala awal Covid-19. Kata satpam sih yang menderita Covid--19 diminta datang pk. 13.00. Tadi pagi sudah ada penderita Covid-19 yang datang namun diminta kembali pk.13.00. Suster sudah berdiskusi dengan dokter untuk tracing orang-orang yang berhubungan dengan suspect Covid-19, kerja yang bagus mengingat peningkatan penderita Covid-19 kali ini disebabkan kurangnya kegiatan tracing.

Tidak semua pasien merupakan pemegang kartu BPJS, ada walk-in customer yang harus membayar atas kunjungan serta obat yang diperoleh, cukup dengan Rp. 10 ribu. 

Ada juga pasien lintas faskes artinya pasien seharusnya berada di faskes pilihannya yang terletak di Jakarta Timur namun ia memilih datang ke faskes di Tebet, nah pengaturannya kurang jelas namun kalaupun harus membayar tidak mahal.

Rata-rata ketua RT di Jakarta memasukkan orang-orang tidak mampu dalam fasilitas BPJS tidak berbayar  PBI seperti yang dialami keluarga Eddy ( ayah dari Bocah -- anak asuh saya ). Hingga saat Christine ( adik Bocah ) menderita kista, dia dioperasi bebas biaya. Akhir tahun 2020 Eddy didiagnosa menderita gagal ginjal dan sekarang rutin selama 2 kali seminggu menjalani cuci darah dengan memakai fasilitas KIS ( Kartu Indonesia Sehat PB I )

"Ada biaya yang tidak ditanggung?" saya pernah menanyakan.

"Enggak ada, semua gratis." Jelas anaknya yang membuat saya berdecak karena jika biaya cuci darah itu Rp.700 ribu sekali tindakan.

Makanya saat dua minggu lalu,  dikabari kalau pak Wardi ( penjual sekaligus petugas delivery gas ) sakit sampai tidak bisa bangun dari tempat tidur, saya berasumsi kalau dia sudah mendapat kartu KIS PBI

Saya bergegas menuju ke rumahnya di gang sayur yang menempel dengan kompleks sembari membawa sesisir pisang hasil panen. Benar saja, pak Wardi hanya bisa terbaring di Kasur yang terhampar di lantai.

Ada isteri sepupunya dari Kulonprogo yang datang dan berniat membawanya pulang kampung. Yayuk -- anak angkat pak Wardi yang mukim di kawasan Cengkareng sudah membawanya ke RUSD Cengkareng dan usai pemeriksaan yang cukup komprehensif, memberikan beberapa obat-obatan. Dibawa ke RSUD tersebut semata tentunya cukup merepotkan karena pak Wardi tinggal di kawasan Pancoran.

"Gak ada saran pengobatan selanjutnya," jelas isteri sepupunya.

"Pak Wardi punya BPJS?"

"Ada tapi yang gratisan jadi tidak dipakai Yayuk saat ke RSUD Cengkareng," kembali isteri sepupu menjelaskan.

"Seharusnya dipakai, Mbak. Dengan alasan emergency, kartu ini bisa dipakai lintas wilayah. Walaupun kesannya kartu gratisan tapi Pemprov menanggung iuran bulanannya melalui APBD. Enggak kaleng-kaleng loh jumlahnya," jelas saya seraya melanjutkan,

"Mungkin bukan tak ada saran pengobatan/ tindak lanjut, tapi Yayuk tak mau ribet karena kalau ada tindak lanjutan kan berarti dia yang harus mondar-mandir jemput dan antar pak Wardi."

Saya menghela napas jadi ingat pepatah, "kasih anak sepanjang galah, kasih orangtua sepanjang jalan."

Saya melihat ada 3 lembar bukti pemeriksaan RSUD Cengkareng maka saya minta izin untuk fotocopy karena akan menanyakan pada pihak yang kompeten, kalau itu saya bermaksud menanyakan pada Dr Rizky -- tetangga yang juga dokter muda spesialis Rehabilitas Medis di RS Persahabatan. Dokter Rizky ini sungguh ringan tangan dan kaki saat ada tetangganya sakit pasti didatangi dan diperiksanya tanpa biaya. Jarang banget kan dokter di Jakarta demikian.

Hari itu Kamis pagi, sementara Jum'at sore pak Wardi akan dibawa pulang kampung.

Saat saya serahkan dokumen ke rumah Dokter Rizky, dia sudah berangkat jadi kata orang rumahnya baru bisa dijawab malam hari sepulangnya dari RS. Saya masih memegang copy yang lain, jadi segera meluncur ke fasilitas kesehatan tempat saya terdaftar. Menjalani prosedure seperti biasa yakni mendaftar, diukur  parameter  kesehatan seperti BB, suhu badan, saturasi udara, tekanan darah dan detak jantung. Setelah itu menemui dokter di ruangannya.

Setelah mengeluhkan yang dirasa, akhirnya saya ceritakan soal pak Wardi sekaligus mengeluarkan hasil pemeriksaannya. Dokter menjelaskan isi dari 3 lembar pemeriksaan RSUD Cengkareng dan tindakan medis yang perlu diambil demi kesembuhannya.

"Jadi tulang belakang dan persendian kakinya bisa diperbaiki, Dok?"

"Bisa, tapi tentunya harus menjalani serangkaian fisioterapi," jawab Dokter.

"Terus kartunya harus diurus pindah domisili?"

"Masih bisa dipakai sampai 3 kali jadi urus pindah domisilinya di sana aja," sarannya.

"Hmm sebenarnya anda gak ada keluhan kan? Mau menanyakan masalah Pak Wardi ini ya?" sambungnya.

Saya mengangguk seraya mengucapkan terimakasih dan pamit. Tak tahunya saat sudah diluar, dokter mengejar dan mengulurkan secarik kertas pengantar,

"Nih lakukan medical check up komplit ya."

Saya termangu sebelum akhirnya mengangguk, nampaknya ibu Dokter terkesan dengan tindakan membantu Pak Wardi jadi dia memberi hadiah medical check up padahal tidak diminta.

Saya bergegas kembali ke rumah Pak Wardi dan langsung menjelaskan ucapan ibu Dokter. Istri dari keponakannya menangis tergugu sembari menelpon suaminya di kampung,

"Di Jakarta kok ya ada orang baik, Pak."

dok.Ita Moechsin
dok.Ita Moechsin

Saya bengong, baik? Kan cuma sedikit mondar-mandir saja. Lagipula memang kewajiban sesama manusia membantu sesama.

Namun suara seorang Ibu yang tinggal di seberang rumah Pak Wardi menyadarkan bahwa belum tentu orang mau membantu sekitarnya. Ibu itu berkata dengan suara agak keras,

"Ngapain sih tuh orang mondar-mandir ke rumah Pak Wardi?"

Apaaa?? Kaget dan heran mendengarnya.

Saya tidak tahu apa yang telah dilakukannya untuk membantu tetangganya, namun sering mendengarnya mengatakan kasihan pak Wardi. percayalah sekedar merasa kasihan tidak lah cukup. Dibalik musibah orang lain, ada ujian bagi kita yang berada di sekitarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun