Ketika itu saya naik taxi dari Kelapa Gading ke Pancoran, pas masuk jalan MT Haryono sepakat untuk belok kiri di turunan arah stasiun KRL Tebet. Ada bottle neck tepat di depan RM Padang namun pengendara mobil tertib bergantian melewati daerah yang hanya muat satu kendaraan itu. Tepat giliran taksi eh mobil dari arah berlawanan juga maju. Akibatnya bagian depan kendaraan jadi berhadapan, pengemudi mobil turun dengan gusar. Tak cukup marah-marah, dia meraih tongkat baseball dan memukuli pintu taxi.
Kami berdua serta masyarakat sekitar terkejut, supir taksi turun dengan gusar karena pintu taksi hancur eh pengemudi brangasan itu itu balik ke mobil meraih sesuatu yang ternyata pistol diacungkan keatas ke atas.
Saya kaget banget melihatnya. Entah darimana datangnya, beberapa anak muda muncul dan merangkul pengemudi hingga dia tidak bisa berkutik. Entah apa yang dibisikkan anak muda itu, si pengemudi menunjuk-nunjuk arah rel kereta Tebet. Tampaknya para anak muda itu minta ia menyelesaikan masalah dengan pengemudi taksi. Mobilnya diarahkan para anak muda tadi agar berbalik ke sana. Taksi dimana saya ada di dalam mengikuti. Sesampai di pinggir rel, bukannya berhenti - kendaraan itu melaju ke arah kompleks Polri Pengadegan. Supir taksi mengikuti hingga mobil masuk ke salah satu rumah.
"Wah Pak, rupanya pengemudi itu Polisi," kata saya.
"Saya ga takut, Bu. Biar gimana juga dia hrs tanggung jawab," jawab supir taksi.
Tak tahunya ada orang keluar dari rumah, dia berdialog sejenak dengan pengemudi sebelum akhirnya mengusir pengemudi. Oh rupanya pengemudi asal nyosor rumah orang.
Pengemudi kembali melarikan mobilnya menyusuri rel KA Kalibata dan berbelok ke kiri dan kali ini masuk ke sebuah wilayah berpagar rapat berlapis pohon bambu. Supir taksi gamang dan bertanya, "Tempat apa ini, Bu. Masuk engga?"
Saya lega melihat bangunan itu karena banyak nasabah berkantor di sana segera menjawab, "Masuk aja Pak, gak papa."
Begitu masuk, kami melihat mobil pengemudi sedang dirubungi orang-orang berseragam militer yang berjaga di pos pintu masuk kantor BIN, sebagian juga mendatangi taksi. Omong punya omong akhirnya mereka menyuruh kami menepi menanti polisi yang sudah dipanggil. Polisi datang dan 2 mobil diminta mengikuti mereka ke kantor polisi di Warung Buncit.
Begitu sampai, kami di data di kantor. Saya cuma ditanya apa benar saya penumpang taksi. Selanjutnya si pengemudi berangasan di data setelah sebelumnya ketahuan kalau pistol itu hanya korek api. Setelah menyebut namanya, polisi jadi memanggilnya Lae. Data lain diminta dan ketika menyebut nomor telpon rumah, ia berpesan,
"Pak, jangan kasih tahu isteri saya ya."
Whaaat? lelaki berangasan itu takut isteri?
Ketika diminta menceritakan kronologisnya, dia menceritakan versinya yang begitu tak bersalah dengan menyebut saya sebagai alibinya, "Kalau tidak percaya tanya aja Ibu itu."
Gilaaak, ada ya orang seperti itu. Sudah pasti saya tidak akan membenarkan kelakuannya dan akan membela pengemudi taksi.
Supir taksi diminta memanggil kordinator lapangannya, saya diminta pulang. Sampai di luar, saya meraih HP dan menekan 021 serta 7 angka nomor telpon rumah Lae yang sudah saya hafalkan, telpon diangkat - saya menyapa,
"Bisa bicara dengan nyonya Lae?"
"Ya saya sendiri," jawab suara di seberang.
"Begini Bu, suami anda ada di kantor polisi...bla-bla (menerangkan kronologisnya). Ini nomor telpon kantor polisinya. Bu ( seraya membaca nomor yang tercantum di pagar tembok kantor polisi)," setelah itu saya tutup telpon.
Di luar pagar kantor polisi, saya ketawa ngakak sendiri. Biarin deh dianggap aneh oleh yang melihat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H