Mohon tunggu...
Dee Daveenaar
Dee Daveenaar Mohon Tunggu... Administrasi - Digital Mom - Online Shop, Blogger, Financial Planner

Tuhan yang kami sebut dengan berbagai nama, dan kami sembah dengan berbagai cara, jauhkanlah kami dari sifat saling melecehkan. Amin.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Remaja Swedia Jadi Influencer Climate Change, Remaja Indonesia Jadi Pembunuh, Ada Apa dengan Pola Asuh Kita?

16 Maret 2020   13:05 Diperbarui: 16 Maret 2020   13:08 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Batam Tribunnews (kiri: kepsek

08 Maret 2020 adalah Hari Perempuan Sedunia, bertepatan dengan berkembangnya berbagai issu dunia macam virus corona, climate change dan berbagai perkembangan ekonomi yang tidak terlalu bagus  membuat saya bertanya-tanya, bagaimana perempuan muda menghadapi perkembangan dunia yang begitu cepat dan ekstrem.

Kok perempuan muda sih?

Karena perempuan dewasa seperti saya dan teman-teman lain sudah cukup matang menghadapi berbagai gejolak hidup. Sementara di lain pihak, saya memiliki anak serta kerabat-kerabat perempuan muda yang terkadang membuat saya was-was melihat mereka menghadapi berbagai cobaan hidup.

Hebatnya, ketika perempuan-perempuan muda Indonesia masih berkutat dengan masalah internal seperti kasih sayang, jati diri maupun keinginan untuk diterima lingkungan, ternyata seorang perempuan muda Swedia 17 tahun sudah berhasil menggaungkan aksinya secara global.

Dia bernama Greta Thunberg --  sejak berusia 15 tahun mulai melakukan aksi bolos sekolah tiap Jumat untuk berdemo di depan gedung parlemen Swedia demi mendesak para anggota parlemen memikirkan serta bertindak lebih banyak untuk lingkungan. Ia mengunggah fotonya saat sedang duduk di luar gedung parlemen Swedia, the Riksdag pada 20 Agustus 2018. Di sampingnya tampak poster berisi kritik dan dorongan bagi otoritas untuk mengambil tindakan terkait perubahan iklim. 

Empat hari sebelumnya, ia mengunggah foto diri menggunakan kaos bergambar pesawat dicoret sebagai pernyataan bahwa ia tidak akan menggunakan moda penerbangan demi mengurangi jejak karbonnya.

Efek dari aksinya luar biasa, hanya dalam kurun setahun, jutaan pelajar di berbagai negara di dunia terinspirasi oleh Greta dan meninggalkan kelas mereka untuk mengacungkan poster-poster sarat pesan lingkungan.

Puncaknya pada 20 September lalu, saat jutaan orang, tua dan muda, di berbagai benua turun ke jalan. Dan itu merupakan momen bersejarah bagi kampanye lingkungan. Greta menyampaikan pidato-pidato penting berkaitan dengan Climate Change ( Perubahan Iklim ). 

Kiprahnya ini bahkan disebutkan membahayakan diri sendiri karena Greta memerangi industri-industri yang telah terbukti membawa dampak buruk bagi lingkungan. Oleh karenanya ia mendapat penghargaan dari majalah Times sebagai Person of the Year 2019.

Greta menjadi salah satu kandidat termuda untuk menerima penghargaan perdamaian Nobel Peace Prize. Awal tahun ini pula, ia bertemu dengan pemimpin Inggris, mendorong Uni Eropa untuk melupakan Brexit dan berkonsentrasi pada perubahan iklim. Ia kemudian bergabung dengan kelompok aktivis Extinction Rebellion di London dan mendorong para aktivis muda lainnya untuk melanjutkan kampanye mereka.

Lantas bagaimana dengan perempuan muda Indonesia?

Sayangnya yang kita temukan saat ini adalah berbagai kisah sedih. Dari seorang gadis SMP yang difabel mengalami bully fisik dari 3 teman sekelasnya tanpa kelanjutan sanksi, hingga Nadia yang terjun bebas dari sekolahnya karena tak tahan bully dari teman sekolahnya. 

Gadis-gadis muda yang tewas tenggelam di sungai karena mengikuti kegiatan susur sungai dari sekolahnya, dimana anak-anak tersebut tidak dipersiapkan untuk berpakaian yang sesuai dengan medan yang ada. Semua anak-anak yang tewas tenggelam itu masih mengenakan rok panjang.

Puncaknya adalah yang terjadi dengan NF seorang ABG berusia 15 tahun yang dengan tenang melapor ke kantor polisi bahwa ia membunuh anak tetangganya yang baru berusia 5 tahun. Polisi dan tentunya kita sangat tercengang. Dan usai pendalaman akan kasus ini, polisi mengatakan bahwa NF suka menonton film Chucky. 

Loh saya dan sekian juta orang sedunia juga penonton film Chucky, bahkan saking larisnya, film ini dibuat sekuelnya. Untung polisi menyadari bahwa mereka memerlukan bantuan psikiater untuk mendalami kasus NF. Sekarang gadis itu dibawa ke RS Keramat Jati untuk diperiksa kejiwaannya.

Info yang didapat polisi dari buku catatan NF menuliskan beberapa hal berkaitan dengan sosok ayah, walaupun Bahasa Inggris yang dipakainya sedikit membingungkan:

"My dad is my crush, i want to leave my dad or my dad is death"

"Please dad.. don't make me mad if you not want to death. I will make you go to grave"

"I will see grave my dad, tommorow i will try to laugh see my dad (gak jelas) gone forever"

"I love him but he's not notice me, or i will (gak jelas) you, go away you fucking (gak jelas)"

"Killin in hell my dad"

"Keep calm and give me torture"

"daddy bondage"

Walaupun sedikit membingungkan namun kata "dad" yang acap dituliskan semacam memberikan kesan bahwa segala kemuraman sikap NF yang disebabkan hubungan yang tidak harmonis antara gadis itu dengan ayahnya. Konon NF berasal dari keluarga broken home. NF tinggal bersama ayah dan ibu tirinya.

Seorang grafolog Ferra Ferial ( ahli membaca tulisan tangan ) membuat analisa bahwa  NF sebenarnya anak yang cerdas, jujur, dan percaya diri. Itulah mengapa ia tau apa yang akan terjadi dan apa yang akan dia lakukan. 

Terbukti bahwa dia menyerahkan dirinya sendiri kekantor polisi dan diperjalanan sempat menulis status di medsos: penjara/rehabilitasi? Diapun tau bahwa mengendalikan emosinya sendiri itu sulit. Cerdas, berbakat, dengan emosi & pikiran tidak stabil.. Taulah ya arahnya kemana. Ferra Ferial melanjutkan analisanya.

Jelas ada gangguan kejiwaan, tapi semua tetap harus didalami lagi. Apakah ia psikopat atau bukan perlu ada ahli kejiwaan yang mendampinginya. Juga harus digali dari pihak keluarga. Selama ini saya pun bertanya-tanya.. Kemana bapaknya? Bisa jadi kuncinya disana..

Pertanyaan yang juga ada di benak ini, ada apa dengan bapaknya? Kemana ibunya? Bagaimanapun suatu perkawinan tercerai berai, naluri orangtua harusnya tetap ada untuk melindungi dan merawat anaknya.

Kasus ini bukti nyata pentingnya peran keluarga. Bahkan tak hanya kasus ini, kasus bully yang dilakukan 3 siswa lelaki pada temannya yang difabel juga membuat saya bertanya-tanya apa sih yang diajarkan orangtua pada anak-anak pembully itu hingga tak memiliki empati pada temannya yang difabel? 

Demikian juga saat Nadia mengalami bully dari teman-teman sekolahnya. Landasan moral macam apa yang dimiliki para pembully itu hingga tidak ada jiwa kasih sayang dan toleransi dalam dirinya.

sumber: Batam Tribunnews (kiri: kepsek
sumber: Batam Tribunnews (kiri: kepsek
Kasus semacam yang dialami Nadia pernah dialami oleh anak saya ketika dia duduk di bangku SMP. Suatu pagi dia meringkuk di tempat tidurnya dan mengatakan tak mau sekolah. Tubuhnya gemetar hingga dengan perlahan saya tanyakan kenapa?

Ketika dia mengatakan bahwa satu sekolah memusuhinya, saya pikir apa mungkin begitu? Kenapa tak melapor ke guru BP? Dia menjawab sudah namun guru BP tidak melakukan tindakan apa-apa. 

Baiklah, saya percaya anak saya jadi  segera berusaha memindahkannya ke sekolah lain padahal itu 1 bulan sebelum kenaikan kelas. Ini membuat saya dipanggil kepala sekolah dan ketika saya datang, sungguh saya jadi merinding melihat bagaimana seluruh siswa sekolah itu keluar dari ruangan kelasnya. Dari lantai 1 hingga lantai 3. Kepala sekolah menerangkan bahwa ia pernah menanyai anak saya tapi anak anda aneh, Bu.

"Dia malah ketawa sendiri seperti orang gila saat saya tanya," jelas Kepala Sekolah.

Dengan lugas saya jawab, "Jangankan anak, sayapun bisa jadi gila berhadapan dengan kepala sekolah seperti Bapak."

Jawaban ini seperti menamparnya dan mengembalikannya pada posisi sebagai pendidik. Akhirnya dia menerangkan investigasi yang telah dilakukan pihak sekolah dimana "provokator" dari bully massal itu dilakukan oleh 2 orang sahabat anak saya karena iri memiliki ibu yang begitu dekat dan perhatian tidak seperti ibu mereka. 

Yang satu memang ibunya terlalu sibuk mengurusi anaknya yang autis  sementara bapaknya bekerja sebagai Nakhoda kapal yang mendarat setahun sekali. Yang lain pernah nge-gap bapaknya sedang selingkuh hingga murka dan mengejar anak itu sembari membawa sebilah pisau.

Mengetahui musababnya demikian, saya jadi iba. Kasihan, anak-anak memang selalu merindukan sosok ibu yang mengayomi dan menjaganya. Sayangnya mereka tak mendapatkannya. Dan ini berakumulasi pada tingkah aggressor mereka yang Bisa menghancurkan anak lain.

Kondisi psikis seseorang itu tidak terbentuk dalam waktu singkat, melainkan akumulasi proses kehidupannya sejak kecil, bahkan sejak dalam kandungan. Disini peran, pendidikan, dan bimbingan orangtua sangat berpengaruh. 

Sebagai seorang ibu saya miris. Ketika kekecewaan dan kemarahan yang ada di hati mencari penyaluran, sayangnya jiwa muda kebanyakan tak bisa mengenali diri sendiri, membuat mereka mencari teman yang sealiran/ seperasaan untuk meletupkannya dengan cara yang menurut mereka benar.

 Dan ternyata guru BP yang diharapkan bisa menjadi pendidik yang menjaga dan memahami seorang murid juga tak selalu melaksanakan fungsinya.

Apakah saya menyalahkan guru BP seperti yang dilakukan oleh anggota KPAI yang terhormat?

Sama sekali tidak karena saya paham sekali bagaimana guru dan sekolah telah dihabisi wibawanya oleh para orangtua murid bahkan juga oleh para murid yang harusnya merupakan anak didiknya. Berapa kasus murid memukuli gurunya yang mencuat kepermukaan, salah satunya yang terjadi di tempat tinggal saya saat di Jawa Timur. 

Berapa  kasus muncul orangtua murid muncul ke sekolah marah-marah karena anaknya mendapatkan hukuman di sekolah? Tidak cukup marah di sekolah, ada juga orangtua murid yang melaporkan guru anaknya ke polisi hingga guru tersebut masuk penjara. 

2 kasus yang terbaru adalah saat seorang lelaki menembakkan pistolnya di lapangan sekolah karena guru meminta semua muridnya mengumpulkan HP saat akan ujian. 

Sekolah sudah menyediakan fasilitas Wifi sebagai sarana koneksi selama masa pengerjaan soal. Di lain pihak ada seorang lelaki memarahi kyai pemilik pesantren di Balikpapan karena anaknya dikeluarkan dari pesantren akibat tindakan indisipliner. Astaga, ini benar-benar kekurang ajaran yang haqiqi.

Sejatinya baik-buruk perkembangan seorang anak tergantung pada orangtuanya bukan pada guru BP. Seorang bayi terlahir bagai selembar kertas putih, adalah orangtuanya yang menulisi kertas putih itu sehingga anak akan menjadi majusi ( penyembah matahari ), Islam, Kristen, Budha atau Hindu.

Kiranya kasus-kasus  ini menjadi pelajaran bersama. Semoga kita mampu menjaga, mendampingi, dan menjadi sahabat yang paling memahami anak-anak kita. Juga menjadi pendeteksi awal jika ada kejanggalan pada anak kita.

Janganlah ada kasus-kasus macam NF lagi. Jangan ada kasus bully mem-bully di sekolah. Seluruh jajaran pendidik kiranya bisa lebih waspada dan siap menghadapi anak-anak yang sedang bermasalah hingga permasalahan bisa ditangani sedini mungkin       

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun