Tanggal 24/05 malam masuk WA dari teman, "Lihat TV One deh, ada teman kau yang jadi team pengacaranya PBN Prabowo-Sandi gugat ke MK."
Saya segera menyalakan TV dan melihat Teuku Nasrullah bersama Bambang Widjojanto, Hashim Djojohadikusumo serta anggota yang lain. Yup, T. Nasrullah adalah teman kuliah saya namun dia tidak sendiri.Â
Di kubu TKN Jokowi ada teman satu angkatan juga yang masuk dalam jajaran pengacaranya, dia Arsul Sani yang malah jadi wakil ketua TKN. Â Usai menamatkan pendidikan di FHUI, kami menempuh jalan kehidupan masing-masing.Â
Jika mereka konsisten berkarir di bidang hukum, saya lebih senang mengeksplore angka-angka hingga merasa perlu menambah ilmu di bidang itu.
Usai pendaftaran gugatan, Bambang Widjoyanto melakukan konferensi pers yang langsung dikritisi oleh Mohammad Kadri -- masih dari almamater yang sama. Tercatat dalam 100 lawyer terbesar dunia. Yang digaris bawahinya adalah:
"Mendengar keterangan BW semalem di MK. Hakim jangan jadi Hakim kalkulator, harus beyond the law harus liat apakah kecurangan ini sudah Terstruktur dan Masif.. Apa maknanya?
Ini BW udah inden, menggiring opini, jangan liat angka doang.
Jangan lah 02 suruh buktikan mana yg curang dari selisih 17 juta itu seperti itu.
terus 02 bilang yaaaaa cuma terbukti 1 juta sih .....tapi lo liat kan betapa dahsyat system kecurangan nya terorganized, ada selebaran ini dan itu kepada petugas, ada kotak sudah tercoblos, meskipun jumlah nya kecil tapi ini susah terstruktur, terorganized dan masif.
Ini bentuk orang yg dari awal gak PD sama data nya, atau ada data tapi gak signifikan tak mencapai threshold. Kalo nanti kalah tinggal bilang MK curang."
Saya setuju dengan pendapat Kadri tersebut, Bambang Widjojanto memang piawai dalam menyampaikan pesan dimana beberapa hal yang perlu digaris bawahi:
1. Hakim jangan jadi hakim kalkulator, harus beyond the law,Â
Ini semacam menyandera hakim untuk lebih memperhatikan faktor-faktor qualitatif dibandingkan faktor quantitatif (angka). Â Apalagi hal ini diperkuat dengan narasi yang disampaikan Dian Fatwa -- Jubir BPN, "Saya yakin hakim MK adalah hakim yang sudah selesai dengan dunianya."
Atas statement Ibu Dian ini saya hanya bisa komen, "Pikniknya kurang jauh, Bu?" Mengharapkan orang hidup untuk selesai dengan dunianya itu sulit. Bu. Ibu sendiri, apa kabar dengan dunianya?
2. Kecurangan itu sudah terstruktur dan masif.
Pernyataan bahwa kecurangan sudah terstruktur dan masif harus dibuktikan oleh pendalil (BW dan team). Jika bicara terstruktur dan masif yang muncul dalam benak saya adalah deretan angka untuk membuktikan hal tersebut. Apakah team Prabowo-Sandi sudah menyiapkan argumentasi yang ditunjang dengan data angka?
3. Informasi terakhir yang  disampaikan katadata.com menyatakan dalam berkas Perkara Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan team Prabowo-Sandi ada 35 tautan berita yang dilampirkan. Tautan berita itu terdapat dalam bukti bernomor P12, P14 hingga P46.Â
Tautan berita itu untuk menunjukkan ketidak netralan Aparatur Negara serta diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakkan hukum. Selain itu masih ada lampiran cuitan twitter dari akun @Opposite6890 mengenai adanya tim buzzer kepolisian dengan nama @AlumniShambara. Â Â
Berdasarkan fakta tersebut, kelihatan data yang dibawa team pengacara BPN masih kurang solid dalam memperjuangkan kemenangan gugatan Prabowo-Sandi. Besar kemungkinan gugatan tersebut akan ditolak seperti yang dilakukan Bawaslu.
MARI KITA MEMPERHITUNGKAN SELISIH SUARAÂ
Padahal seharusnya pembuktian  tidak terlampau sulit jika tim Prabowo-Sandi merubah sudut pandang dengan berfokus pada  selisih suara paslon 01 dengan paslon 02  16,957,123. Alih-alih menuduh proses Pemilu totally curang secara massive.Â
Harusnya angka segitu dibuktikan sebagai angka kecurangan. Bahkan tidak perlu membuktikan angka sebesar itu, cukup dari selisih tersebut. Kenapa hanya setengahnya? Karena dengan dari selisih itu, sudah menyamakan posisi 01 dengan 02. Jadi seri.
Jadi kelihatannya tidak terlalu sulit kan? Bagaimana membuktikan angka sekitar 8.5 juta itu merupakan angka kecurangan. Harusnya sih tim IT Prabowo -- Sandi yang melakukan ini, semoga sudah dilakukan.
Kembali ke angka 8.5 juta itu sudah bisa dikurangi dengan penggelembungan angka di Jawa Tengah, coba lihat data di bawah ini:
HASIL PILGUB JATENG 2018
Ganjar Pranowo - Taj Yasin  = 10.362.694
Sudirman Said - Ida Fauziyah = Â 7.267.993
Suara tidak sah = 778.805
HASIL PILPRES DI JATENG 2019
Jokowi - Ma'ruf = 16.778.716
Prabowo - Sandi = 4.938.063
Ada selisih suara sekitar 4.5 juta suara dari tahun 2018 ke tahun 2019.
Tentunya data ini tidak bisa langsung disodorkan ke MK. Harus dilakukan verifikasi dengan data kependudukan yang ada, dan itu tidak sulit.
Di  Kelurahan Bongas, Cililin, Jawa Barat
Jumlah TPS saat Pilkada 2018: Â 19
Jumlah TPS saat Pilpres 2019: Â 30Â
Setelah itu fokuslah pada provinsi-provinsi yang dimenangkan 01. Lakukan hal yang sama, yakni melihat data saat pemilihan gubernur  sebelumnya dibandingkan dengan data Pilpres 2019.
Dengan menelusuri daerah Jateng saja sudah berhasil menipiskan selisih 01 dengan 02 kan. Sedangkan untuk kelurahan Bongas merupakan informasi Kadari pemerhati situng yang melengkapi infonya dengan berita dari koran Jawa Pos.Â
Koran Jawa Pos mempermudah penelusuran saat tahun 2018 lalu mewartakan bahwa KPU meningkatkan TPS  hingga 46.9%. Jadi konsetrasi saja pada provinsi-provinsi  yang mengalami peningkatan TPS.
Demikian perhitungan sederhana yang bisa saya sampaikan. Seandainya saya bisa lihat dari di War Room 02, mungkin saya bisa bicara lebih banyak lagi.
Lengkapilah data anda, wahai Bambang Widjojanto dan team jika ingin menang dan membalikkan keadaan.
Bahan Referensi:
indonesiainside.id
news.rakyatku.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H