Sebelum berangkat kerja, sekitar pk.09.00 pagi saya membeli nasi bungkus di warung nasi dekat rumah.  Pagi yang cerah, pembeli yang main tunjuk saja membuat si mbak pemilik warteg dengan berseri-seri  melayani. Hingga seorang lelaki muda mengambil tiga potong tempe goreng tepung seharga seribuan dan meletakkan di piring plastik kosong yang dibawanya seraya berkata,
"Masukin di kasbon saya ya."
 Muka si mbak pemilik langsung berubah kecewa, saya tengok lelaki muda itu menunduk malu. Sebab ingin merangkai pagi yang berkah, saya tawarkan,
"Ya udah, sekalian saya bayarin, mbak."
Sembari menengok ke lelaki muda, saya tanyakan, "Ga papa kan, mas?"
Lelaki itu mengangguk ragu, antara malu dan mau. Saya tawarkan lagi pada lelaki itu,
"Mau nambah lauk, mas? Kebetulan saya habis dapat rezeki nih.Mau ikan atau telor?"
Pastinya mbak pemilik warung ikut semangat menawari agar dagangan cepat habis, hingga akhirnya lelaki muda itu memilih ikan balado. Usai mengucapkan terimakasih, dia buru-buru keluar warung nasi. Ternyata dia bekerja di bengkel pencucian mobil yang  masih berada di satu area. Sembari meninggalkan warung nasi, saya bertanya-tanya dalam hati, benarkah segini  susahnya hidup orang-orang di Jakarta sampai beli tempe  Rp.3 ribu saja harus ngutang.  Ini kan orang yang punya pekerjaan. Bagaimana kejadiaannya pada orang yang tidak bekerja, mereka makan apa?
Lagi-lagi fakta di sore hari menjelang Maghrib saat di rumah, menggugah pertanyaan  seorang tukang sol sepatu melintas. Saya segera memanggilnya karena ada sepatu yang  perlu diperbaiki. Usai memeriksa  sepatu  rusak saya, ia menerangkan jasa perbaikan yang akan dilakukannya. Mendengarnya saya sama sekali tak keberatan dengan treatment yang akan dilakukan dan segera menanyakan tarifnya. Dia menjawab,
"Mbak  kasih penawaran  aja ke saya."
"Lah, saya mana tahu berapa ongkosnya, kan abang yang ngerjain."Â