Â
Alasan menanam jagung populasi rapat, adalah waktu dan luas lahan tetap sama, yang berbeda adalah benih, pupik dan pekerjaan nya lebih banyak, tetapi tetap menarik untuk di lakukan secara masal, pola intensif harus di lakukan sehingga tanaman Jagung  terawat baik dan enak untuk di pandang, bahkan jadi baground untuk photo-photo.
                               Â
Setelah 100 hari panen jagung dihasilkan sebanyak 14,7 ton / hektar ,jagung pipilan panen dengan kadar air 25%, secara matematis bisa di hitung 144.000 pohon x 80% ( populasi yang tumbuh ) x 2 tongkol x 80 gr per tongkol = 18.432 kg , saat panen banyak yang berkurang dan itu hal biasa, sehingga yang terhitung sebanyak 14,7 ton / hektar adalah panen tertinggi yang saya dapatkan, biaya yang di keluarkan menjadi sepadan, kami menanam sebanyak 8 hektar.
Kong Atong adalah innovator penanaman jagung terpadat, beliau sudah bertani sejak muda, usianya sudah lebih dari 70 tahun, tetapi tetap sehat dan kuat bekerja, inovasinya menjadi bahan percontohan bagi petani di sekitarnya.
               Tulisan ini sekedar ingin berbagi cerita tentang pengalaman saya menanam jagung berkolaborasi dengan Kong Atong sebagai teknikal dan saya sebagai inovator teknologinya, dengan kolaborasi ini menghasilkan pola tanam yang menarik untuk di duplikasi, tentunya untuk kesejahteraan petani dan meningkatkan produktifitas tanaman jagung per hektarnya, tanpa perlu menambah areal penanaman ,tekonologi ini sudah diujicoba di Sulawesi bagian Utara, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Karawang, Bandung sampai Merauke.
Saya akan tulis pengalaman saya ber inovasi secara berseri, saya harap pengalaman ini bermanfaat bagi pembaca, salam inovasi
Â
Bersambung…….. http://www.kompasiana.com/davebekam/jagung-manis-enaknya-dimakan-mentah_560b4bfa167b6122048b4567
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H