Mohon tunggu...
Firdaus Cahyadi
Firdaus Cahyadi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Firdaus Cahyadi, penikmat kopi dan buku. Seorang penulis opini di media massa, konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana di Media, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Untuk layanan pelatihan dan konsultasi silahkan kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Peran Intelektual dalam Memuluskan IUP untuk Ormas Keagamaan

9 Juli 2024   16:12 Diperbarui: 9 Juli 2024   16:53 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di saat Orde Baru masih berkuasa, KH Abdurahman Wahid alias Gus Dur, pernah mengeluarkan wacana tentang intelektual tukang. Wacana itu merupakan sebuah kritik terhadap para intelektual yang menjadi stempel langkah-langkah penguasa, dalam hal ini rejim otoritarian Orde Baru, meskipin langkah itu menyimpang.

Jika masih hidup, mungkin Gus Dur akan menangis melihat akrobat segelintir intelektual yang justru  memilih menjadi stempel pemerintah atas kebijakan publik yang menyimpang karena mengancam keselamatan banyak orang. Salah satu kebijakan yang menyimpang itu adalah pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) batubara untuk organisasi massa (ormas) keagamaan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) intelektual adalah orang yang berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan. Dengan kejernihannya itu, ia mampu memberikan pencerahan kepada khalayak. Bila seseorang jernih berpikir berdasarkan ilmu pengetahuan, sulit baginya untuk mendukung kebijakan tambang batubara untuk ormas agama.

Sayangnya, salah satu pembela kebijakan IUP tambang untuk ormas keagamaan itu adalah seorang Ulil Abshar-Abdalla. Selama ini Ulil, begitu ia akrab dipanggil, dikenal sebagai intelektual di kalangan Nahdlatul Ulama (NU).

Pada 20 Juni lalu, Ulil Abshar-Abdalla, salah satu intelektual Nahdlatul Ulama (NU)., menulis di artikel di sebuah media arus utama dengan judul, "Isu Tambang, Antara Ideologi dan Fikih". Artikelnya berikutnya tersebar melalui Whatsapp (WA) yang berjudul, "Soal Tambang dan Fikih Lingkungan". Dalam dua artikel itu secara panjang lebar ia memaparkan pembelaanya terhadap penerimaan NU atas kebijakan menyimpang pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memberikan konsesi tambang ke ormas agama. Pembelaan Ulil dilakukan dengan cara mereduksi persoalan keselamatan warga dan kerusakan alam akibat tambang menjadi sekedar persoalan ideologi dan fikih.

Sebagai seorang intektual harusnya Ulil mengacu pada data ilmiah bahwa batubara adalah bagian dari energi fosil yang menyebabkan krisis iklim. Berbagai bencana ekologi telah terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia, akibat krisis iklim itu.

Bukan hanya itu, sebagai seorang intelektual Ulil harusnya juga melihat fakta daya rusak tambang batubara terhadap lingkungan hidup di sekitar operasional tambang. Pencemaran air, tanah dan udara adalah bagaian yang tak terpisahkan dari tambang batubara. Belum lagi konflik agraria dengan masyarakat sekitar.

Lembaga perbankan yang selama ini mendanai industri batubara saja mulai enggan memberikan pendanaan kepada industri itu karena daya rusaknya. Trend kedepan, lembaga perbankan lebih memilih menjadi bank hijau (green banking) dengan mendanai industri yang bersih bukan lagi industri kotor seperti batubara. Beberapa bank sejak 2022 mulai meninggalkan pendanaan ke industry kotor batubara

Lantas ada apa dengan seorang Ulil? Mengapa ia begitu membela industri kotor batubara, yang secara ilmiah jelas-jelas merusak alam? Untuk menjawabnya, kita perlu menggunakan kacamata Michel Foucault. Pemikir dan cendekiawan Perancis pada abad ke-20 itu mengungkapkan bahwa wacana atau diskursus memiliki relasi dengan kekuasaan dan pengetahuan.

Dengan menggunakan kacamata Michel Foucault itu kita dapat melihat secara jernih bahwa upaya Ulil mereduksi persoalan keselamatan manusia dan lingkungan hidup dalam pemberian ijin konsesi tambang untuk ormas itu bukan sebuah kebetulan.

Ulil ingin persoalan konsesi tambang untuk ormas keagamaan itu tercerabut dari akar persoalan manusia dan alam. Ulil ingin menariknya menjadi persoalan abstrak (ideologi dan fikih). Dengan menariknya ke wilayah abstrak ia inging hanya kalangan tertentu saja yang memperdebatkan persoalan itu. Dengan kata lain, Ulil ingin perdebatan soal kebijakan pemerintah itu menjadi perdebatan elitis, jauh dari persoalan rakyat.

Upaya Ulil membela tambang batubara telah mengkhianati intelektualitasnya yang harusnya berpikir jernih berdasarkan ilmu pengetahuan sehingga dapat memberikan pencerahan di tengah kegelapan. Alih-alih memberikan pencerahan, pembelaan Ulil terhadap tambang batubara justru mematikan lilin-lilin kecil yang sekarang sedang dinyalakan oleh jutaan rakyat di tengah kegelapan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Lilin-lilin kecil itu adalah simbol kesadaran rakyat terhadap hak asasi manusia (HAM), dalam konteks ini adalah hak atas lingkungan hidup.

Kebijakan publik pemerintah terkait ijin tambang ke ormas keagamaan ini tidak lagi mencerminkan kepentingan mayoritas rakyat, tapi segelintir elite ekonomi-politik. Segelintir elite politik itu yang sejatinya telah mengendalikan kebijakan pemerintah, termasuk soal ijin tambang untuk ormas. Model pembuatan kebijakan seperti ini tentu sebuah penyimpangan.

Kebijakan pemerintahan yang menyimpang itu perlu kehadiran para intelektual tukang untuk membuatnya menjadi seolah-olah benar.  Seorang intelektual yang harusnya berpikir jernih berdasarkan ilmu pengetahuan kini menjadi berpikir kacau yang didasarkan kepentingan jangka pendek. Perosalan ijin tambang batubara untuk ormas keagamaan telah membutakan mata hati, bukan hanya elite ekonomi-politik, tapi mata hati seorang intelektual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun