Mazhab pro pertumbuhan ekonomi ini percaya bahwa kondisi ekonomi yang lebih sejahtera akan menjamin kelestarian alam. Buktinya, menurut mazhab ini, negara-negara yang memiliki tingkat kepedulian tinggi terhadap lingkungan pada umumnya adalah negara-negara maju. Fenomena itu kemudian mendapatkan justifikasi oleh ekonom Gane Grossman dan Alan Krueger pada tahun 1991 melalui publikasi berjudul, 'Environment Impact of a North American Free Trade'.
Padahal madzab itu sudah usang. Madzab yang sekarang berkembang adalah madzab pembangunan berkelanjutan yang menempatkan ekologi dan sosial setara dengan  ekonomi.Â
Madzab ini mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi telah menyebabkan kerusakan alam dan pada akhirnya berujung pada stagnasi pertumbuhan ekonomi itu sendiri.
Dalam buku yang berjudul, "The Limit to Growth", Meadows (1972) mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak bisa berlangsung selamanya di bumi akibat keterbatasan sumberdaya alam dan juga keterbatasan mengatasi polusi.Â
Menurutnya, konservasi lingkungan diperlukan untuk mengurangi dampak lingkungan sampai batas tertentu, ketika bumi memiliki kapasitas menampung residu akibat aktivitas manusia dalam mengejar pertumbuhan ekonomi.
Kini, bank-bank BUMN seperti sedang berada di persimpangan jalan. Sektor perbankan dihadapkan pada pilihan terus melanjutkan pendanaannya di sektor batu bara atau mulai mengambil peran dalam menyelamatkan bumi. Pilihan mana yang akan diambil para direksi perbankan?
Sebagai warga yang keselamatan hidupnya terancam oleh bencana ekologi akibat perubahan iklim, tentu kita berharap para jajaran direksi perbankan mulai mengambil langkah berani menghentikan pendanaan untuk sektor-sektor yang mempercepat terjadinya perubahan iklim. Tapi apakah jajaran komisaris dan direksi bank BUMN mendengarkan suara warga calon korban bencana ekologi akibat perubahan iklim itu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H