Mohon tunggu...
Firdaus Cahyadi
Firdaus Cahyadi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Firdaus Cahyadi, penikmat kopi dan buku. Seorang penulis opini di media massa, konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana di Media, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Untuk layanan pelatihan dan konsultasi silahkan kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pintarnya Gerombolan Penyita Buku-buku Kiri

7 Agustus 2019   09:24 Diperbarui: 7 Agustus 2019   16:17 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa waktu yang lalu, di Makassar, segerombolan orang menyita buku. Penyitaan buku itu berdalih melawan penyebaran ajaran Marxisme melalui buku-buku bacaan. 

Salah satu buku yang disita, dari gambar narsis gerombolan itu, adalah buku yang berjudul, "Pemikiran Karl Marx". Buku itu ditulis oleh Franz Magnis Suseno. Kebetulan saya, bahkan anak saya yang masih SD, sudah membaca buku itu. 

Nah, saya yakin gerombolan orang-orang yang menyita buku itu belum membaca buku Magnis Suseno tentang pemikiran Karl Marx itu. Lho kok tahu? 

Ya, tahu lah. Kalau alasan penyitaan buku itu untuk menghadang penyebaran paham marxisme, justru buku yang ditulis Magnis Suseno itu memberikan kritik tajam terhadap pemikiran Karl Marx. 

Dapat dikatakan buku yang ditulis oleh Magnis Suseno itu justru bisa dijadikan alat untuk membendung penyebaran paham marxisme. Nah, kenapa buku itu ikut disita? Ya, karena kebodohan itu memang tidak ada batasnya. Sementara kecerdasan ada batasnya.

Sebelumnya, ada pula penyitaan buku biografi DN Aidit, tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI). Ini juga kebodohan yang tanpa batas lagi. Lha, masak sama buku biografi aja takut.

 Paham marxisme tidak akan bisa disebarkan dari buku biografi manusia bro/sis, meskipun buku biografinya itu adalah tokoh marxis. 

Semakin yakin, bahwa gerombolan-gerombolan penyita buku dengan alasan mencegah penyebaran paham marxisme dan komunisme itu tidak pernah baca buku tentang paham yang mereka musuhi, sehingga mereka menggunakan jurus dewa mabuk. Asal gruduk. Asal seruduk. Ya, sekali lagi karena kebodohan itu memang tidak ada batasnya. 

Terlepas dari alasan apapun, penyitaan buku-buku apapun, termasuk buku-buku KIRI, itu adalah tindakan bodoh. Kok tindakan bodoh. 

Lha iya, di era kemajuan teknologi informasi dan komunikasi semacam ini kok ya masih menyita buku. Buku-buku yang mereka sita masih bisa didapatkan di internet dengan mengunduhnya dalam bentuk e-book.

Eits, jangan tuduh grombolan penyita buku itu bodoh, sebelum tahu pesan dari gerakan penyitaan buku itu. O...emang apa pesan dari grombolan penyita buku-buku KIRI itu. 

Bahlul ente...ingat ga, sebentar lagi bulan September. Artinya, penyitaan buku-buku KIRI itu bagian dari pengkondisian menjelang bulan September. 

Bagi anak-anak sekolah tahun 1990-an pasti ingat, setiap menjelang bulan September, selalu ada desas-desus ditemukan simbol-simbol komunis yang dibawa anak sekolah. Desas-desus itu didramatisir dengan razia di sekolah-sekolah. 

Drama ketakutan itu kemudian ditutup dengan ajakan nonton bareng (nobar) film propaganda G30S/PKI. Nah, Orde Baru memang boleh jatuh, tapi sinetron misteri tentang PKI harus tetap lestari. 

Nah, kalau itu pesan para gerombolan penyita buku itu, lantas kenapa sinetron misteri PKI harus tetap lestari?

Bahlul ente...sinetron misteri PKI harus tetap lestari agar tidak menganggu kepentingan ekonomi. Kepentingan ekonomi, yakin? Kepentingan ekonomi siapa yang akan terganggu dengan hilangnya sinetron misteri PKI?

Sekali lagi, bahlul ente...ya kepentingan ekonomi dari 1% orang terkaya di Indonesia yang menguasai 49,3% kekayaan nasional. Juga termasuk kepentingan 25 pemilik modal yang menguasai lahan 12,3 juta hektar untuk perkebunan sawit di Indonesia.

Paham ente?

Belum paham..apa kaitanya kepentingan 1% orang terkaya yang kuasai 49,3% kekayaan nasional atau kepentingan 25 pemilik modal yang kuasai belasan juta lahan untuk sawit itu dengan melestarikan sinetron PKI?

Hadeeh...emang kebodohan tak ada batasanya ya...

Dengan lestarinya sinetron PKI itu kalau kamu macem-macem menggugat kepentingan 1% orang super kaya atau 25 pemilik modal penguasa lahan itu, kamu dengan mudah akan diberi label komunis, sisa PKI. 

Nah, di Indonesia kalau kamu sudah dilekatkan label PKI atau komunis, apapun yang kamu katakan, tulis dan suarakan menjadi tidak relevan. 

Tak peduli label itu benar atau salah. Masih ingat kan dengan pembunuhan dan pemenjaraan massal orang-orang yang dituduh komunis, tanpa proses pengadilan, di awal Orde Baru? Ini Kill the Messenger bro/sis... 

Jadi masih menganggap grombolan penyita buku itu orang-orang bodoh??

Aku pun tertegun mendengar penjelasannya...separah inikah politik di negeriku, mengorbankan literasi, demi kepentingan segelintir orang super kaya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun