Politisasi bencana juga pernah terjadi dalam kasus Lumpur Lapindo. Beberapa orang mengatakan bahwa korban lumpur Lapindo adalah orang-orang yang gemar maksiat sehingga diazab Allah dengan munculnya semburan lumpur Lapindo. Benarkah demikian? Lagi-lagi Allah yang tahu.Â
Dalam kasus semburan lumpur Lapindo, justru yang kita tahu adalah Tuhan telah menjadi kambing hitam dalam kasus itu. Akibatnya, persoalan tambang di kawasan padat huni seperti di wilayah Porong Sidoarjo, dalam kasus lumpur Lapindo, tidak dijadikan pokok persoalan. Ujungnya adalah hingga kini tidak jelas siapa yang harus bertanggung jawab untuk merehabilitasi ekologi yang hancur.
Betapa dahsyat akibat buruk dari politisasi bencana itu. Untuk itu, sudah saatnya kita berhenti melakukan politisasi bencana. Saatnya kita berempati terhadap korban bencana dan juga menggunakan akal sehat untuk dapat beradaptasi dengan alam yang telah dianugerahkan Allah kepada kita semua.
InsyaAllah, dengan itu kita dapat bersyukur atas segala anugerah-Nya pada kita sebagai umat manusia. Bagaimanapun juga hidup bukan hanya soal pilpres 2019.Â
Merawat rasa kemanusiaan kita lebih penting daripada sekedar dukung mendukung elite di perhelatan politik elektoral lima tahunan itu. Kecuali kita memang sudah berkoalisi dengan setan untuk sekedar merebut kursi kepresidenan di 2019.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H