Keangkuhan dan kekeras kepalaannya menghalangi dia untuk menerima pendapat lain diluar dirinya.
Mukanya memerah. Kemarahan dalam dirinya menggelegak. Tapi, hendak melawan terang- terangan arwah para filsuf yang terbang melayang disekitar dirinya, dia tak berani.
Ada Gandhi di ruangan itu dan dia tahu Gandhi akan berkata bahwa kemarahan dan intoleransi merupakan musuh dari pemahaman yang benar.
Tapi makhluk itu sungguh tak lagi dapat menguasai dirinya.
Terbakar angkara murka, perlahan, jiwanya mulai terpisah dari raganya. Tak benar- benar terpisah. Sebagian jiwanya ada di dalam raga, sebagian meninggalkannya. Dia kini hanya makhluk dengan separuh jiwa…
* Kisah sebelumnya ada disini:
- Kerajaan Ular dan Para Pecundang
- Narcissus dan Sang Narapidana Tampan
Kisah selanjutnya, disini: