Mohon tunggu...
Daun Ilalang
Daun Ilalang Mohon Tunggu... -

Life is like a rainbow. You need both the sun and the rain to make its colors appear. ~ ♫ ❤

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Ada yang Lebih Keterlaluan Dibanding Menganggap Sepakbola itu Hiburan Semata

7 Juni 2013   12:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:24 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1370582368326992194

Mentari berlimpah...

AH, betapa senangnya Dee. Kemarin hari libur, dan keluarga di rumahkayu memutuskan untuk mengambil cuti satu hari pada hari ini agar keseluruhan hari libur menjadi empat hari, sehingga mereka bisa pergi ke tempat yang agak jauh di luar kota.

Tempat yang agak jauh dari keramaian, dimana mereka bisa duduk- duduk di teras bungallow yang mereka sewa, memandangi laut biru di kejauhan.

Laut- laut itu dangkal, dan sangat tenang, juga bening. Bahkan Nareswara dan Nareswaripun bisa diajak berjalan- jalan di tepinya tanpa Dee dan Kuti merasa khawatir dengan ombak besar.


[caption id="attachment_266073" align="aligncenter" width="493" caption="Gambar: kompasiana.com/daunilalang"][/caption]

Seperti biasa, Dee dan Kuti mempercakapkan beragam hal.

Termasuk...

" Eh.. 'yang, " kata Dee, sesaat setelah pagi- pagi dia sempat membaca beberapa buah artikel melalui telepon genggamnya, termasuk yang membahas pro dan kontra tentang disebutnya sepakbola sebagai hiburan " Kenapa koq ada yang marah kalau sepakbola disebut hiburan? "

Kuti tertawa, memaklumi pertanyaan istrinya yang memang bukan penggemar bola.

" Kayaknya bukan marah sih, tapi banyak yang nggak terima jika sepakbola dibilang hanya untuk hiburan," jawab Kuti sambil tersenyum lebar.

" Oh gitu, " Dee menjawab sambil tak putus memperhatikan bunga- bunga liar yang indah di sekitar mereka.

" Tapiii.." sejenak kemudian Dee berkata lagi, "Memangnya apa yang salah dengan kata hiburan itu? Itu kan tergantung sudut pandang aja. Aku kalau nonton para pemusik profesional beraksi, juga menganggapnya sebagai hiburan walau tahu dari sisi mereka itu adalah profesi yang latihannya serius dengan jam yang panjang, dan bagi mereka juga jadi sumber penghasilan. Penghargaan aku terhadap mereka juga ngga berkurang walau aku mengklasifikasikan itu sebagai hiburan, lho... "

Kuti tertawa lagi.

" Tapi kayaknya itu juga dipengaruhi oleh ’siapa yang ngomong’, juga sih Dee.. "

" Memangnya siapa yang ngomong? " tanya Dee. " Aku pikir tadi yang ngomong yang bikin artikel yang kubaca barusan.. "

Kuti tertawa geli. Ah, bukan hanya pertandingan sepakbolanya, tapi bicara dengan Dee tentang sepak bola juga menghibur sebab percakapan nggak nyambung itu jadi terasa lucu bagi Kuti.

" Yang ngomong itu mantan petinggi KPSI yg kini jadi waketum PSSI. Yang mempermasalahkan mereka- mereka yang dulu benci KPSI, " kata Kuti sambil memperhatikan apakah Dee tahu apa itu KPSI.

Dee pernah mendengar kata itu rupanya, sebab dia bertanya, " KPSI itu yang dulu organisasi informal? "

Kuti mengangguk.

" Iya," jawab Kuti, " Pasca kongres PSSI mereka kembali ke PSSI atas perintah FIFA. Jadi KPSI akhirnya yang 'menang'.. "

Hmmmmm. Begitu rupanya.

" Terus masih ada yang sebal karena itu? " Dee mulai memahami arti 'tergantung siapa yang ngomong' yang dikatakan Kuti tadi, " Mestinya mereka marah sama FIFA dong ya, kan FIFA yang salah, kenapa nyuruh begitu? "

Kuti kembali tertawa geli.

Tawa Kuti makin lebar saat Dee, dengan mata yang juga penuh kilat tawa, berkata, " Ah 'yang.. aku koq jadi mikir, kalau dibilang sepakbola itu hiburan aja ada yang marah, wah..mestinya ada yang lebih dimarahin dong: ituuu, orang- orang yang nggak pernah nonton bola dan nggak tau beritanya, bahkan juga nggak tau Messi itu main di klub mana."

Dee berhenti sejenak lalu melanjutkan kalimatnya. " Sebab itu artinya melecehkan. Lha hal penting banget koq diabaikan. Ini lebih parah dari yang (masih) menganggap bahwa sepakbola itu hiburan, kan, namanya? "

Kuti terbahak.

Dia tahu, memang ada orang yang tak tahu Messi yang sangat terkenal itu pemain di club mana.

Kuti bahkan memiliki seorang teman yang saat David Beckham berkunjung ke Indonesia dan media begitu gegap gempita memberitakan, teman ini yang kebetulan mendapat ticket gratis untuk menonton Beckham berlatih dan dititipi untuk mengambil banyak foto Beckham lalu malah jadi bingung.

Karena, teman itu baru ingat ketika dia sudah tiba di lapangan bahwa... dia tak tahu yang mana yang namanya David Beckham! Bagaimana mau mengambil fotonya kalau yang mana orang yang harus difotopun dia tak tahu? Ha ha ha..

Ha ha ha ha ha..

p.s. berhubung para tokoh kisah ini ceritanya sedang berlibur, maka kisah mereka tayang di akun ini, bukan di rumahkayu seperti biasa -- kan ngga ada di rumah dong kalau liburan... :D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun