"Banyak sekali! Mau kau apakan biji pletekan itu?"
"Aku mau bermain dengannya lagi. Biji itu kalau terkena air bisa meledak."
"Kau mau meledakkannya dimana?"
"Di dunia bunga. Aku akan meletakkannya di tanah tempat mandrake itu tumbuh. Jadi kalau hujan turun, biji -- biji itu akan meledak dan membunuh mereka."
Sebelum senja, mereka berdua pergi ke dunia bunga untuk melakukan rencana itu. Mereka menabur biji pletekan di sepanjang tanah tempat tanaman mandrake menjalar. Dan saat malam tiba, hujan turun lalu meledakkan biji -- biji itu sehingga mematikan tanaman mandrake. Para mandrake tersiksa setelah terkena dentuman pletekan itu, dan banyak mandrake yang tak bisa menyelamatkan diri.
"Sekarang tanah ini bersih dari sulur -- sulur mengerikan itu. Jadi kita bisa berjalan menuju kastil dan menemui penyihir itu." kata si gadis.
"Tapi penyihir itu masih ditemani para mandrake disana." kata si mawar.
"Ya, dan biji pletekan kita sudah habis. Jadi aku minta bantuanmu untuk terbang kesana dan memberikan ini." Si gadis memberikan sebuah kertas, dan si mawar membaca pesan di kertas itu lalu mengangguk paham.
"Temuilah penyihir itu, dan berikan pesan itu kepadanya. Tapi jangan lupa, berpura -- puralah untuk tidak tahu tentang mandrake dan nasib para bunga lainnya."
"Tentu. Demi dunia bunga kan?" Lalu si mawar terbang menuju kastil itu sambil membawa sepucuk pesan, sedangkan si gadis berjalan sendirian mengikuti di belakangnya.
Tamat