Ladang itu hampir seukuran lapangan sepakbola. Ada tanaman padi yang menguning, beberapa pohon mangga di kanan -- kiri dan sebuah pondok kayu mungil di tengah pematang. Si gadis berjalan menuju pematang itu, melihat ke bawah di sekitar tanaman padi yang rapat dan merunduk.
Sampai beberapa langkah, ia berhenti lalu menemukan sebuah tanaman liar di pinggir pematang. Ia mengamati beberapa tanaman kencana ungu yang berjejer di sepanjang pematang itu. Lalu ia memetik sebuah bijinya, dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Beberapa saat kemudian, terdengar bunyi "Tes!" dari dalam mulutnya. Ia pun memuntahkan biji -- biji yang meledak karena terkena air liurnya itu, lalu tertawa terbahak -- bahak kegirangan.
"Sudah lama aku tak bermain tanaman ini. Ternyata masih ada juga." Lalu ia kembali memetik biji lainnya, dan memasukkannya ke dalam sebuah kantong plastik.
Sampai matahari sepenggalah, ia sudah mengumpulkan sekantong plastik besar berisi biji pletekan itu. Ia kembali ke tokonya dan menuju ke kamarnya, dan melihat isi kamar yang sudah tertata rapi. Sprei kasur terlipat, lantai kamar bersih dan kaca jendela mengkilap.
"Apa yang terjadi?" tanya si gadis kepada si mawar.
"Aku merapikan kamarmu setelah bangun tidur tadi. Bagaimana, tidak terlihat acak -- acakan lagi kan?" kata si mawar yang duduk di selasar jendela yang terbuka.
"Wah, ternyata kau bisa merapikan kamar juga."
"Haha. Kau terlambat mengakuinya."
Lalu si gadis meletakkan kantong plastiknya di pojokan kamar. Ia lalu mengambil air dan minum seteguk demi seteguk.
"Apa itu?" tanya si mawar.
"Biji bunga kencana. Aku mengambilnya di ladang tadi."