Si mawar menyela, "Apakah dia masih hidup?"
"Entahlah. Mungkin saja begitu. Yang jelas, mandrake itu tak bisa dibiarkan terus. Kita harus bertemu dengan penyihir itu."
"Berarti kita harus ke kastil itu."
Mereka memandang jauh ke seberang. Tampak satu bukit yang hijau dan asri, dan di puncaknya ada sebuah kastil berdiri dengan kokoh. Penyihir yang mengendalikan mandrake itu ada di dalam kastil itu. Si gadis dan si mawar harus berjalan kesana untuk menghentikan ulahnya. Namun mereka ingat, mereka hanya berdua, sedangkan penyihir itu dikelilingi ribuan sulur tanaman mandrake jahat. Mereka tak mungkin pergi seorang diri kesana.
"Ini sulit." kata si gadis.
"Yah.. benteng kita kemarin memang bisa menahan serangan mereka. Tapi kalau bertahan terus, penyihir itu akan menguasi dunia bunga ini." kata si mawar.
"Benar. Jadi kupikir sekarang waktunya kita mengejutkan mereka."
"Apa yang akan kau lakukan?"
Si gadis tampak berpikir, dan sebelum ia menjawab pertanyaan si mawar, tiba -- tiba malam itu turunlah hujan.
"Disini sering hujan?"
"Ya. Akhir -- akhir ini ramalan cuaca bilang begitu."