Mandrake yang berhasil melompati durian terus maju ke arah bukit. Sampai di pertengahan, mereka berhadapan dengan pisang. Pisang itu begitu lembek, sangat mudah mereka hancurkan dalam sekali gencet.
Namun karena kulit pisangnya tersebar di tempat itu, para mandrake banyak yang terpeleset dan jatuh berguling -- guling ke bawah bukit.
Mandrake -- mandrake itu tak menyerah, mereka bangkit dan naik lagi. Tapi terpeleset dan jatuh ke bawah lagi. Karena bolak -- balik seperti itu, banyak mandrake yang kehabisan tenaga, dan akhirnya mereka tertahan di bawah.
"Kau hebat." Kata si mawar kepada si gadis.
"Tidak, pisang -- pisang itu yang hebat. Mereka rela membiarkan tubuhnya diinjak agar mandrake itu kesulitan mencapai puncak."
"Jumlah mereka tinggal sedikit. Tapi tetap saja mereka bersikeras naik kesini." Kata si mawar.
"Ya. Cepat atau lambat, mandrake yang di belakangnya pasti menyusul. Kita tidak boleh membiarkannya."
"Jadi bagaimana?"
"Kita tenggelamkan mereka."
Lalu si gadis menabur benih terakhir. Ratusan benih jeruk ia sebar di bawah kaki mereka. Dan seketika muncullah ratusan buah jeruk segar berwarna oranye. Mereka bermuka masam, tapi melonjak -- lonjak dengan semangat. Diantara mereka bahkan ada yang bersorak -- sorak riuh.
"Jeruk, mandrake di bawah kehausan. Buatlah mereka merasakan kesegaran airmu." Kata si gadis, dan dengan sebuah mantra singkat, jeruk -- jeruk itu saling menabrakkan satu sama lain.