Kemajuan teknologi digital atau internet, khususnya rupa-rupa aplikasi di "gawai" atau "smartphone"Â mempermudah dan membantu aktivitas umat manusia. Sehingga menggeser gaya hidup, dan perilaku sehari-hari bekerja, interaksi sosial maupun memenuhi kebutuhan.
Salah satu berkat kemajuan era digital menarik diperbincangkan adalah perubahan atau pergeseran perilaku pembelian (Buying Behavior)Â masyarakat lewat gawai, atau platform toko online (e-commerce) yang sedang marak.
Trend peningkatan belanja online secara global pada tahun 2024 diperkirakan bernilai $ 6.31 triliun. Sedangkan transaksi belanja di Indonesia di tahun yang sama mencapai Rp. 487 triliun.
Worldpanel, perusahaan riset pasar, lewat Account Director, Nafira Meutia, Rabu (15/1/2025) mengatakan warga Indonesia makin kencang belanja online di platform e-commerce, sebanyak 30 % orang Indonesia membeli secara online, frekuensinya 2,8 kali lebih tinggi daripada belanja offline, dan belanja online mengalami pertumbuhan sebesar 43 %.
Tidak dapat dipungkiri, perkembangan zaman dan kemajuan teknologi telah merubah gaya pembelian produk atau jasa oleh masyarakat Indonesia. Trend atau gaya hidup (Life Style)Â itu tidak dapat dihindari karena sesuai panggilan zaman.Â
Namun untuk menghindari efek negatif merugikan seseorang, terutama untuk memitigasi gangguan keuangan pribadi diperlukan kebijakan antisipasi.
Impulsive Buying, perilaku atau kebiasaan membeli barang tanpa direncanakan dan cenderung membeli produk yang tidak dibutuhkan serta kurang memiliki manfaat merupakan fenomena gaya pembelian mengkuatirkan, karena perilaku ini dapat menimbulkan gangguan keuangan, terlilit utang, stress dan menyesal.
Ironisnya banyak orang terjebak gaya belanja "Coping Mechanism", yaitu melakukan belanja atau membeli barang untuk mengatasi stress, mengurangi ketegangan dan masalah. Dengan harapan lewat belanja diharapkan suasana emosional lebih baik, atau merasa lebih nyaman.
Impulsive Buying tidak jadi masalah sejauh sesuai dengan anggaran, tidak menimbulkan jeratan utang, terutama tidak mengganggu kondisi keuangan seseorang maupun anggaran belanja rumah tangga.
Tetapi sering terjadi justru sebaliknya, gaya belanja irasional justru menimbulkan masalah dibelakang hari, seperti pemborosan, defisit keuangan karena terlilit lingkaran setan cicilan dan bunga utang.
KENALI IMPULSE BUYING
Belanja atau pembelian tanpa perhitungan matang atau impulse buying pada intinya merupakan sikap keinginan membahagiakan diri sendiri, secara biologis tindakan ini dapat melepaskan hormon endorfin yaitu berfungsi meredakan stress, cemas serta memperbaiki suasana hati dan meningkatkan rasa percaya diri, dan hormon dopamin merupakan neurotransmitter berfungsi mengatur suasana hati dalam otak sehingga muncul sensasi menyenangkan dan memberikan perasaan puas setelah mencapai tujuan.
Faktor lingkungan sosial juga dapat menimbulkan impulse buying bagi orang FOMO (Fear of Missing Out), yaitu demi gengsi atau status sosial atau perasaan takut ketinggalan trend.
Sebagai manusia yang sebenarnya mudah berubah dan ingin sesuatu yang baru sering menyebabkan seseorang gampang bosan sehingga memicu membeli barang baru walau masih ada barang lama masih bisa digunakan.
Para sosiolog juga mengatakan masyarakat modern kerap terjebak budaya konsumerisme, yaitu hasrat mengkonsumsi karena gaya hidup hedon dan glamour untuk menunjukkan status sosial, konsumtif bukan berorientasi kebutuhan, tetapi demi gaya hidup (life style) belaka, dan trendsetter produk limited edition.Â
Kemajuan teknologi merupakan salah satu faktor mempermudah gaya hidup konsumerisme, berkat kehadiran smartphone, e-commerce, atau kemudahan akses belanja dan cara pembayaran online (uang digital), serta sistem mempermudah pembayaran seperti paylater dan kartu kredit.
Iklan atau promosi di media sosial juga kerap jadi stimulus paling dahsyat menimbulkan impulse buying, karena dorongan membeli tiba-tiba tumbuh dari melihat iklan produk menarik yang mampu merangsang tindakan impulsif, misalnya saat senang melihat ambassador iklan produk yang komunikatif, atau mampu presentasikan keunggulan dan daya tarik suatu produk. Hal ini terjadi di media sosial live streaming atau berbentuk video.
MITIGASI GAYA HIDUP BOROS
Para psikolog sudah banyak menawarkan solusi menghindari jebakan impulse buying maupun gaya hidup konsumerisme ini.
Di antaranya terutama menganjurkan meningkatkan keterampilan membedakan keinginan (wants)Â dan kebutuhan (needs)Â sebagai salah satu alat pertimbangan mengutamakan pemenuhan kebutuhan utama terlebih dahulu (skala prioritas), terutama kebutuhan pokok, atau kebutuhan mendesak sehingga dana yang ada teralokasi secara tepat atau efisien dan efektif.
Dengan adanya kemampuan menilai skala prioritas selain menghindari gaya belanja impulsif, diharapkan mampu melakukan kontrol diri untuk membeli barang yang sesuai dengan kebutuhan saja.
Sebagai pengguna smartphone yang sudah merupakan alat dan kebutuhan penting saat ini, dibutuhkan kemampuan mengendalikan diri menghindari ketergantungan terhadap gawai tersebut, misalnya tidak memasang terlalu banyak aplikasi online, membatasi diri menggunakan kartu kredit dan pembayaran online, terutama menghindari terlalu sering mempergunakan fitur paylater.
Dari semua itu hal terpenting harus dilakukan adalah mengendalikan sikap dan tindakan yang hanya terbawa arus ikut-ikutan terhadap orang lain seperti mengoleksi produk branded demi status sosial, ikut trend dan viral media sosial atau hanya karena takut ketinggalan zaman (fear of missing out).
Pengendalian diri agar tidak masuk jebakan gaya hidup konsumerisme dan Impulse Buying sangat diperlukan untuk mengelola kemandirian keuangan pribadi maupun keuangan rumah tangga, terutama agar terhindar dari kondisi keuangan menyulitkan dimasa akan datang,dan barang tentu menghindari jebakan lilitan utang.
Kemudian paling penting dipertimbangkan adalah perjalanan hidup ke depan siapapun tidak dapat meramal dengan pasti dan tepat. Besok lusa atau masa mendatang penuh dengan ketidakpastian, dan bisa saja sesuatu hal diluar perkiraan kita yang bisa saja menyebabkan potensi uang masuk menurun drastis, bahkan peluang tertutup, atau dimasa akan datang boleh jadi ada kebutuhan besar di luar perkiraan kita.
Untuk menjaga stabilitas keuangan terutama mengantisipasi ketidak kepastian masa akan datang, diperlukan skill manajemen keuangan pribadi yang bertujuan mencapai dan menjaga stabilitas keuangan. Lewat cara itu diharapkan bisa membantu seseorang memperoleh posisi hidup tenang dan sukses dimasa akan datang.
Manajemen keuangan pribadi maupun manajemen keuangan rumah tangga pada intinya merupakan pengelolaan dengan baik sumber daya keuangan untuk mencapai stabilitas keuangan melalui pengelolaan pendapatan, pengeluaran, tabungan, investasi dan utang.
Salah satu diantaranya adalah pentingnya mengendalikan pengeluaran yang tidak penting atau bukan skala prioritas lewat jalan mempertimbangkan secara matang perilaku belanja (Buying Behavior).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI