Dalam PUMR (Pedoman Umum Misale Romawi) tersebut menyebutkan :
"Gereja adalah Tubuh Kristus. Dalam Tubuh itu tidak semua anggota menjalankan tugas yang sama. Dalam perayaan Ekaristi tugas yang berbeda-beda itu dinyatakan lewat busana liturgi yang berbeda-beda. Jadi, busana itu hendaknya menandakan tugas khusus masing-masing pelayan. Disamping itu, busana liturgi juga menambah keindahan perayaan liturgis. Seyogianya busana liturgis untuk imam, Diakon, dan para pelayan awam diberkati".
Dengan demikian sangat jelas disampaikan bahwa yang semestinya mengenakan busana sesuai warna liturgi adalah para Imam, bukan umat yang ikut perayaan.
Artinya Umat memiliki kebebasan mempergunakan warna busana apapun, termasuk hitam, merah maupun warna lain.
Maka kontroversi warna busana pada saat perayaan Jumat Agung sudah semestinya diakhiri, terutama larangan terhadap mengenakan warna busana hitam, dan menghentikan anjuran, apalagi paksaan bagi umat mempergunakan busana warna merah.
Ajaran Gereja Katolik sampai saat ini belum ada memuat himbauan atau kewajiban bagi umat mengenakan busana sesuai dengan warna liturgi.
Artinya, pendapat selama ini tentang warna busana yang layak dipergunakan mengikuti ibadah atau perayaan Ekaristi bukan berasal dari otoritas Gereja.
Walaupun demikian bukan berarti Gereja melarang warna busana yang dikenakan oleh umat. Tetapi memberi kebebasan kepada umat memilih dan mempergunakan warna busana sesuai dengan yang dimiliki dan selera masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H