Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Belajar Etos Kerja Ala Samurai Sebelum Ke Jepang

25 Maret 2024   00:09 Diperbarui: 25 Maret 2024   17:33 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://rawpixel.com/Felix

Lowongan kerja di Jepang kini terbuka luas setelah Jepang dilanda krisis produktivitas kerja akibat suplay tenaga kerja tidak sepadan dengan kebutuhan. 

Penyebabnya adalah semakin menurun jumlah kelahiran anak karena orang Jepang enggan menikah, dan memiliki anak.

Sebelum pindah ke Jepang jadi pekerja, alangkah baiknya belajar kultur atau etos kerja orang Jepang terlebih dahulu, agar tidak terjadi kesenjangan budaya kerja.

Setelah perang dunia kedua, jatuhnya bom atom di Hirosima dan Nagasaki 1945, bangsa Jepang jadi pekerja keras untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi dan industri.

Sehingga sampai hari ini orang Jepang memiliki budaya kerja keras, disiplin, loyal, bahkan terkenal gila kerja (workaholic).

Bahkan budaya gila kerja salah satu faktor penyebab generasi muda Jepang enggan menikah dan memiliki anak sehingga terjadi penurunan jumlah penduduk Jepang dari tahun ke tahun, pertunbuhan penduduk atau kelahiran tidak seimbang dengan jumlah orang lanjut usia dan meninggal dunia.

Kini, ditengah kekurangan tenaga kerja produktif, pemerintah Jepang memberi perhatian khusus kepada kelahiran bayi, dan membuka peluang bagi tenaga kerja asing masuk ke Jepang untuk mengatasi kebutuhan jumlah tenaga kerja yang relatif tetap dan bertambah.

Tenaga kerja asing, khususnya dari Indonesia memanfaatkan peluang ini dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan fenomena ini diprediksi akan berlangsung hingga 20 tahun ke depan.

Oleh karena itu tenaga kerja Indonesia yang hendak ke Jepang harus mempersiapkan diri mengikuti budaya kerja orang Jepang yang adakalanya jauh berbeda dengan budaya kerja di negara asal.

Orang Jepang terkenal sebagai pekerja keras, sehingga banyak orang tidak mau bekerja sama dengan orang Jepang.

Suka tidak suka, jika ingin bekerja di Jepang maka harus ikut budaya kerja keras orang Jepang yang lajim bekerja lembur setiap hari, bahkan hingga larut malam.

Lembur selain alasan ada pekerjaan belum selesai, di Jepang ada kebiasaan "anak buah tidak boleh pulang jika bos belum pulang".

Kerja lembur di Jepang tidak selamanya memperoleh uang lembur, tergantung kondisi perusahaan. 

Tetapi kebanyakan orang Jepang kerja lembur tidak dibayar, hal ini disebut "Saabisu Zangyo", yaitu pulang sampai larut malam tanpa dibayar.

Karena sudah budaya kerja keras hingga larut malam, kondisi demikian adakalanya menimbulkan kematian, disebut dengan "Karoshi", yaitu kematian karena kebanyakan kerja. 

Bahkan ada juga pekerja yang sampai bunuh diri karena besarnya beban kerja dan mengakibatkan stress bekerja.

Pekerja orang Jepang juga terkenal loyal, sangat menghargai senioritas.  Mereka sangat loyal terhadap perusahaan, menjungjung tinggi nama baik dan rahasia perusahaan, tidak mau pindah perusahaan. 

Dan sangat menghormati para senior, dan senioritas dalam bekerja juga mempengaruhi besaran gaji. Para senior memiliki kesempatan lebih besar naik gaji dan pangkat, sehingga sering menimbulkan demotivasi bagi pekerja lebih muda.

Bagi pekerja orang Jepang dianggap tabu dan tidak sopan menolak permintaan atasan. Dan hal itu merupakan salah satu bahan penilaian terhadap kepribadian yang mempengaruhi nilai untuk naik jabatan.

Dalam bekerja orang Jepang juga terkenal sangat sistematis, suka prosedur dengan urutan jelas.  Tidak suka prosedur memotong jalan. Dengan kata lain, mereka senang bekerja "njelimet".

Secara ilmu manajemen perusahaan Jepang terkenal dengan konsep  5 S, yaitu Seiri (Ringkas), Seiton (Rapi), Seiso (Resik), Seiketsu (Rawat) dan Shitsuke (Rajin). 

Terkenal juga dengan konsep HoRenSo, singakatan dari Hokoku (Melaporkan), Renraku (Menginformasikan) dan Sodan (Konsultasi).

Etos kerja orang Jepang menganut 5 prinsif utama masyarakat Jepang, yaitu KAIZEN, BUSHIDO, MEISHI KOKAN, KEISHAN dan GAMBATTE.

Prinsif Kaizen, merupakan salah satu bentuk etos kerja paling unggul dimiliki orang Jepang, dan menjadikan mereka memiliki keunggulan komperatif dibandingkan bangsa dan perusahaan lain. 

Yaitu dipergunakan dalam konteks bisnis untuk melakukan pengembangan dan perbaikan  secara terus menerus dalam kehidupan sehari-hari, terutama terhadap pekerjaan.

Prinsif Kaizen selain menimbulkan keunggulan, menjadikan perusahaan mampu melakukan inovasi dan kreatifitas (Keishan), dan menemukan metode kerja lebih baru dan lebih efesien, serta melakukan evaluasi dan perbaikan secara terus menerus.

Dan orang Jepang memiliki rasa percaya diri yang kuat dan berjiwa kesatria  bagaikan seorang Samurai (Bushido). 

Pekerja Jepang juga terkenal memiliki semangat kerja tinggi atau selalu semangat (Ganbatte), tidak mudah menyerah. Tetap semangat menghadapi tantangan, dengan semangat tinggi mereka termotivasi meraih target atau keinginan sampai titik darah penghabisan.

Prinsif dan etos kerja orang Jepang ini jadi modal utama mereka bangkit dari keterpurukan paska bom atom perang dunia kedua, dan kemudian menjadikan Jepang sebagai salah satu negara industri besar karena terkenal dengan budaya pekerja keras dan gila kerja.

Oleh karena itu, siapapun yang ingin pindah ke Jepang, atau berniat bekerja di Jepang harus mampu melakukan adaptasi mengikuti budaya dan etos kerja orang Jepang.

Budaya ini tidak bisa dibilang jauh berbeda dengan budaya orang Indonesia, karena sesungguhnya orang Indonesia juga memiliki sikap pekerja keras. 

Tetapi dibutuhkan kemampuan melakukan "mindset change", merubah zona nyaman menggeser kerangka berpikir untuk ikut budaya kerja keras orang Jepang.

Jika tidak mampu ikut budaya kerja orang Jepang maka para pekerja imigran akan tersingkir dari perusahaan Jepang, dan dapat menyebabkan orang gelandangan di Jepang.

Bangsa Indonesia yang memiliki angkatan kerja dalam jumlah besar memiliki potensi sebagai tenaga kerja imigran di Jepang hingga puluhan tahun ke depan, maka harus dipersiapkan terlebih dahulu soft skill sebagai modal dasar bekerja di Jepang, diantaranya adalah bahasa Jepang dan sikap jadi pekerja keras, terutama disiplin diri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun