Apakah terlalu berlebihan jika disebut "Partai Nasdem dan Surya Paloh mengibuli Anies Baswedan ?"
Itulah perbincangan menarik dan layak sebagai bahan perenungan.
Anies Baswedan melakukan gugatan ke MK bukan melulu perjuangan kalah atau menang, tapi sarat dengan pesan moral politik, yaitu menggugat pelaksanaan pemilu yang ditenggarai menyimpang, pemerintah tidak netral, dan terjadi abuse power.
Gugatan itu dilakukan untuk mengungkap sikap dan tindakan buruk dalam pelaksanaan Pilpres maupun Pemilu untuk dijadikan bahan pembelajaran  dan perbaikan atmosfir kehidupan berdemokrasi di Indonesia.
Motif itu selaras dengan jargon Anies Baswedan saat maju kontestasi Pilpres yang fokus ingin melakukan perubahan.
Perubahan itu dapat diaktualisasikan lewat jalan evaluasi pelaksanaan Pemilu 2024 yang ditenggarai sebagai pelaksanaan pemilu terburuk selama era reformasi.
Memenangkan gugatan di MK bagi Anies Baswedan dianggap bonus atau takdir dari Allah.
Tapi menggugat dugaan pelaksanaan pemilu curang sangat berarti bagi Anies Baswedan sebagai proses perjuangan moral dan perbaikan kehidupan berdemokrasi bangsa Indonesia.
Bagi Surya Paloh dan Partai Nasdem yang terpenting mereka sudah lolos dari ancaman ambang batas parlemen, dan berhasil mendudukkan calegnya di DPR RI.
Bonus selanjutnya yang dinantikan oleh Partai Nasdem adalah memperoleh jatah di Kabinet Presiden selanjutnya lewat memilih jalan masuk koalisi pemerintahan Prabowo Subianto.
Bonus yang ditunggu Surya Paloh dan Anies Baswedan jauh berbeda, sehingga mereka akan terpaksa memilih jalan berbeda. Maka selanjutnya Anies Baswedan akan merasa dikibuli.