Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI Perjuangan di arena Kongres ke-V PDI Perjuangan, Bali, Kamis 8 Agustus 2019 pertama sekali menyampaikan keinginan PDI Perjuangan menang tiga kali berturut-turut di Pemilu (HATTRICK).
Hasil Kongres kemudian menyepakati PDI Perjuangan memiliki target menang ketiga kali di Pemilu 2024.
Di Pemilu 2014 PDI Perjuangan pemenang pertama dengan perolehan suara sebesar 23.681.471 (18,95 persen), kemudian di Pemilu 2019 juga berhasil sebagai pemenang dengan perolehan suara 27.053.961 (19,33 persen).
Rekapitulasi perolehan suara Pemilu 2024 oleh KPU, Rabu (20/3) PDI Perjuangan ditetapkan sebagai pemenang pemilu dengan perolehan suara sebesar 25.387.278 (16.72 persen).
Keberhasilan PDI Perjuangan jadi pemenang di Pemilu 2024 meneguhkan secara resmi PDI Perjuangan berhasil menang pemilu 3 kali secara berturut-turut (hattrick), dan menjadikan PDI Perjuangan sebagai partai politik pertama meraih rekor itu selama era reformasi.
Jelang Pemilu 2024 banyak kalangan meragukan PDI Perjuangan berhasil sebagai pemenang pemilu karena dua kali kemenangan sebelumnya dikaitkan dengan kemenangan Joko Widodo di Pilpres (Coctail effect).
Bukan rahasia umum, di Pemilu 2024 Joko Widodo sebagai Presiden Indonesia pisah ranjang dengan PDI Perjuangaan, bahkan secara kasat mata Joko Widodo berusaha mengembosi suara PDI Perjuangan. Tetapi hasil pemilu menunjukkan PDI Perjuangan berhasil jadi pemenang tanpa dukungan Joko Widodo.
Jelas dalam hal inj, khususnya di Pemilu 2024 keberadaan dan posisi Joko Widodo tidak berpengaruh signifikan terhadap kemenangan atau perolehan suara PDI Perjuangan.
Jumlah suara dan persentase perolehan suara Pemilu 2024 PDI Perjuangan mengalami penurunan dibandingkan Pemilu 2019.Â
Perolehan suara PDI Perjuangan di Pemilu 2024 dibandingan Pemilu 2014 mengalami penurunan persentase, tetapi mengalami jumlah perolehan suara meningkat dari 23 Juta ke 25 juta.
Dengan demikian kemenangan PDI Perjuangan tiga kali berturut-turut tidak bisa dibilang hanya karena faktor Joko Widodo sebagai Capres usungan PDI Perjuangan.
Memang di Pemilu 2024 perolehan suara PDI Perjuangan tergerus dibandingkan Pemilu 2019, tetapi PDI Perjuangan tetap berhasil jadi pemenang  disaat Joko Widodo tidak mendukung, bahkan sebagai musuh PDI Perjuangan.
Ini pembelajaran berharga yang layak dijadikan bahan analisa terhadap variabel cocktail effect terhadap kemenangan atau perolehan suara partai politik.
Sebagai bahan pertimbangan, di Pemilu 2024 nampak jelas Joko Widodo ingin mengembosi perolehan suara PDI Perjuangan, tetapi nyatanya PDI Perjuangan tetap berhasil menang pemilu.
Di Pemilu 2024 PSI identik dengan Joko Widodo, dan Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep adalah anak sulung Joko Widodo tetapi kenyataannya tidak lolos ke parlemen karena tidak melewati ambang batas parlemen.
Ironisnya lagi, Partai Gerindra hanya mampu duduk di posisi ketiga pemenang pemilu 2024, padahala calon presiden dukungan Joko Widodo adalah Prabowo Subianto sebagai Ketua Umum Partai Gerindra.
Malah yang duduk di posisi kedua dibawah PDI Perjuangan adalah Partai Golkar, bukan Gerindra.
Fenomena ini menimbulkan tanda tanya besar, sejauh mana sebenarnya pengaruh Joko Widodo terhadap pemenangan Pemilu bagi partai politik.
Jika Joko Widodo sangat berpengaruh terhadap besarnya perolehan suara partai di Pileg, logikanya Partai Gerindra semestinya layak sebagai pemenang Pemilu 2024.
Fakta ini tidak serta merta bisa dibandingkan dengan perolehan suara Prabowo Subianto di Pilpres, selain terbukti pengaruh Joko Widodo terhadap kemampuan PDI Perjuangan hattrick, pelaksanaan Pilpres 2024 tidak layak dijadikan sebagai variabel ukuran karena Pilpres kali ini dianggap tidak ideal, tidak berjalan dengan perlakuan yang baik, bahkan ditenggarai penun dengan intrik abuse power.
Oleh karena itu perolehan suara Pilpres tidak layak dijadikan bahan perbandingan dengan perolehan suara di Pilpres.
Kemenangan PDI Perjuangan tiga kali berturut-turut merupakan salah satu bukti faktor utama menentukan kemenangan partai politik di pemilihan umum dominan ditentukan oleh faktor partai politik itu sendiri.
Pemerintah dibawah kepemimpinan Joko Widodo terindikasi ikut campur dalam pemilu, alias tidak netral serta mempergunakan instrumen negara dan aparatur negara, jadi dianggap tidak layak dijadikan bahan analisa menilai dan sebagai bahan perbandingan perolehan suara partai politik di Pemilu di 2024.
Yang pasti tanpa dukungan pemerintah terutama pigur Joko Widodo sebagai Presiden PDI Perjuangan berhasil menang dan hattrick, sebaliknya Gerindra partainya Prabowo Subianto yang didukung Joko Widodo justru tidak berhasil jadi pemenang pertama Pileg, padahal Prabowo Subianto ditetapkan KPU unggul memperoleh suara Pilpres.
Apakah ini anomali, atau memang Joko Widodo bermain banyak kaki sejak dahulu, terutama di Pemilu 2024.Â
Kemampuan Partai Golkar menggungguli Partai Gerindra layak sebagai bahan pertanyaan, ditambah lagi dengan keberhasilan PDI Perjuangan hattrick.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H