Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Turbelensi Nasib Kelas Menengah di Tangan Elit Penguasa

11 Maret 2024   23:05 Diperbarui: 12 Maret 2024   00:29 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bicara tentang anomali nasib kelas menengah (middle class) rentan jatuh miskin susah naik kelas jadi kaya  tidak bisa dipisahkan dengan theori middle income trap, dan harus dilihat secara holistik.

Pendapat bahwa kelas menengah sudah bekerja keras tapi penghasilannya hanya cukup memenuhi kebutuhan fisiologis berupa sandang pangan tanpa memiliki tabungan (saving) harus dilihat tidak hanya dari sisi upaya kerja keras para kelas menengah melulu.

Besar kecil pendapatan kelas menengah tidak dapat dipisahkan dari atmosfir perekonomian negara, terutama pertumbuhan ekonomi yang berkaitan dengan pendapatan perkapita penduduk.

Ibarat tumbuhan yang akan tumbuh subur dan berbuah banyak menghasilkan panen melimpah jika ditanam di tanah subur, diberi asupan pupuk dan pestisida memadai lewat tangan terampil merawatnya.

Demikian juga halnya kelas menengah, akan terhindar jatuh miskin tetapi naik kelas jadi kelas menengah atas atau orang kaya jika perekonomian nasional mengalami pertumbuhan tinggi.

Artinya, nasib kelas menengah sangat tergantung pada sistem perekonomian negara dan kebijakan politik.

Dilihat dari perspektif theori ekonomi makro, penyebutan kelas menengah (middle ckass) ditentukan berdasarkan tingkat pendapatan per-kapita penduduk suatu negara.

Jika suatu negara masuk klasifikasi negara miskin maka penduduknya akan lebih banyak di kelas miskin dan sebaliknya jika suatu negara masuk kelas menengah maka pe duduknya akan mayoritas masuk klasifikasi kelas menengah.

Indonesia paska pendemi Covid 19 masuk klasifikasi negara perekonomiannya setara kelas menengah sehingga disebut masuk kategori Middle Income trap, yaitu terjebak dalam negara yang memiliki pendapatan per-kapita di posisi menengah, sulit naik jadi kaya, malah rawan untuk jatuh miskin.

Tanpa niat menakut-nakuti, kita memang harus ekstra hati-hati dan dirundung rasa takut dengan kondisi ekonomi nasional saat ini bagaikan gelas kaca mudah pecah berkeping-keping (fragile) jika salah kelola. Kerawanan itu memang menjadikan kehidupan kelas menengah bagaikan berdiri ditepi jurang kemiskinan.

Oleh karena itu pemerintah diharapkan mampu menerapkan kebijakan ekonomi yang mampu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi tinggi yang berorientasi kepada kemampuan mendongkrak pertumbuhan pendapatan kelas menengah Indonesia.

Orientasi pertumbuhan ekonomi itu juga harus dibarengi oleh kepedulian dan keberpihakan kepada kelas menangah yang jumlahnya saat ini lebih besar dibandingkan masyarakat miskin.

Selama ini memang terjadi anomali, yaitu bantuan dan perhatian khusus justru dinikmati oleh kalangan masyarakat miskin melalui BLT (Bantuan Tunai Langsung), sementara kelas menengah yang jumlah lebih besar dari masyarakat miskin dan sangat rawan jatuh jadi miskin justru sepi perhatian dan tidak memperoleh bantuan khusus.

Padahal kelompok menengah asset penting dalam dimensi motor penggerak pertumbuhan ekonomi maupun sebagai pangsa pasar potensial produk industri dalam negeri.

Oleh karena itu tidak dapat dipungkiri pemerintah dituntut harus memiliki perhatian khusus kepada kelompok menengah, tetapi bantuan itu berbentuk iklim kondusif menopang produktivitas, kreatifitas dan inovasi kelompok menengah.

Kelompok menengah itu ibaratnya, "Tidak membutuhkan ikan tetapi butuh alat pancing untuk mencari ikan", karena jika diberikan ikan itu hanya cukup untuk makan sehari, tetapi jika diberikan alat pancing akan menjadikan mereka hidup berkembang lebih maju, bahkan bisa jadi orang kaya.

Jika pemerintah tidak mampu membangun atnosfir yang baik bagi pertumbuhan ekonomi dimana didalamnya turut mendorong pertumbuhan pendapat kelas menengah maka betullah theori ilmu ekonomi yang mengatakan bahwa kelas menengah itu bagian tak terpisahkan dari kutukan middle income trap.

Middle Income Trap adalah keadaan suati negara berhasil mencapai tingkat menengah tetapi tidak dapat keluar dari tibgkat itu untuk jadi kaya.

Istilah ini awalnya dipopulerkan Bank Dunia (2007) yang pada intinya memberi gambaran pada negara-negara mengalami pertumbuhan ekonomi sangat pesat hingga  mencapai status sebagai negara pendapatan menengah, namun kemudian gagal mengatasi pelambatan ekonomi, atau disebut juga sebagai negara yang mengalami penurunan dinamisme ekonomi, bahkan mengalami stagnasi.

Middle Income Trap jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia berarti "jebakan pendapatan kelas menengah" yaitu fenomena menghilangnya kemampuan kompetisi beberapa sektor industri sehingga menghambat perrumbuhan ekonomi negara.

Penyebab terjadinya middle income trap pada umumnya adalah kebijakan atau transformasi ekonomi, biaya produksi meningkat, lambatnya sektor manufaktur.

Dari pemaparan diatas jelas dapat terlihat jelas bahwa kelas menengah tidak bisa naik kelas jadi kaya malah terancam jatuh miskin tidak bisa dipisahkan dengan kondisi perekonomian suatu negara dan berkaitan erat dengan naik turunya pendapatan per-kapita.

Jika ada mengemuka pertanyaan mempertanyakan kenapa sulit kelas menengah jadi orang kaya, jawabannya adalah karena negara ini kini berada dalam kondisi middle income trap yaitu negara ini tengah masuk ke dalam jebakan pendapatan menengah.

Negara kita bukan kelas menengah atas apalagi negara kaya, maka para kelas menengah juga berada di posisi menengah saja penghasilannya (income). Sedikit diatas posisi miskin sehingga rentan jatuh jadi miskin.

Kita tunggu pemerintah hasil Pilpres 2024 apakah memiliki kebijakan yang berorientasi menjadikan negara ini keluar dari negara middle income trap. 

Jika berhasil naik kelas jadi negara kelas menengah atas maka terbuka pintu bagi para kelas menengah kita ikut naik kelas juga. Tapi untuk mencapai itu dibutuhkan juga sumber daya manusia yang berkaitas, kreatif dan inovatif.

Sebelum menyerahkan nasib kelas menengah kepada elit penguasa negeri ini mari bertanya kepada diri sendiri apakah kita sendiri sudah memiliki keterampilan atau kemampuan berkiprah sebagai komunitas masyarakat kelas menengah atas ?

Jangan sampai pertumbuhan ekonomi melaju lebih kencang dibandingkan kemampuan diri kita sendiri mengikuti laju pertumbuhan ekonomi itu.

Setelah kita memiliki kompetensi itu maka wajar kita mempertanyakan komitmen pemerintah yang akan datang peduli dan memberdayakan kelas menengah yang lagi "ngos-ngosan" saat ini, miskin tidak-kaya tidak tapi tidak punya tabungan sebagai modal untuk jadi orang kaya.

Selamat Berpikir Merdeka ....!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun